Page 234 - Problem Agraria, Sistem Tenurial Adat, dan Body of Knowledge Ilmu Agraria- Pertanahan (Hasil Penelitian Sistematis STPN 2015)
P. 234

I Gusti Nyoman Guntur, Dwi Wulan Titik Andari, Mujiati
            216

            diabadikan  (pusaka), yang ada di setiap kampung (Permana, 2003).
                     16
                Sifat khas penguasaan tanah menurut hukum adat Dayak, bahwa tanah
            tidak dapat dimiliki  secara  mutlak.  Tidak adanya  kepemilikan  mutlak,
            dapat dimaknai sebagai suatu sifat inklusifitas dalam penguasaan. Dalam
            pengertian  ini, selain seluruh  tanah suku  dapat  dikuasai  oleh seluruh
            anggota suku, tentunya dengan prosedur tertentu; bahkan orang-orang yang
            datang dari luar suku pun dapat memanfaatkannya. Orang yang berasal
            dari satu etnis berkesempatan mengerjakan tanah yang berada di wilayah
            suku lain, tentunya dengan terlebih dahulu memenuhi kewajiban tertentu,
            misalnya pemberian  sejumlah uang, upeti  dan  hadiah  lain.  Kewajiban
            ini  sesunggunya  tidak dilihat dari  nilai ekonomi  pemberian  itu,  tetapi
            semata merupakan bentuk  pengakuan hukum belaka,  bahwa  seseorang
            mengajukan diri untuk mengolah sebidang tanah yang merupakan ulayat
            dari satu komunitas suku tertentu.


            2.  Penguasaan Tanah oleh Perorangan
                Berdasarkan kepemilikan  atas  tanah,  komunitas Dayak  di Kalteng
            mengaku mempunyai hak-hak  yang bersifat  umum (dimiliki  secara
            bersama-sama),  dan  sebagian besar hak  dimaksud  sudah menjadi  hak-
            hak milik pribadi, secara turun-temurun. Hak perorangan atas tanah adat
            adalah  suatu  hak  yang diberikan  kepada warganya atas  sebidang  tanah
            atau beberapa bidang tanah. Hak perorangan atas tanah adat terdiri dari
            hak  milik adat, dimana  yang  bersangkutan  tenaga dan  usahanya  telah
            terus menerus diinvestasikan pada tanah tersebut, sehingga kekuatannya
            semakin nyata dan diakui oleh anggota lainnya. Kekuasaan persekutuan
            semakin menipis  sementara kekuasaan  perorangan  semakin kuat. Hak
            milik  ini dapat dibatalkan  bila  tidak diusahakan  lagi,  pemiliknya  pergi
            meninggalkan  tanah,  atau  karena  tidak dipenuhi  kewajiban-kewajiban
            yang dibebankan.
                Dalam  lingkungan  yang didudukinya,  masyarakat adat  setempat
            mempunyai hak untuk mengerjakan dan mengusahakan sebidang tanah
            pertanian.  Hak  itu  disebut  milik  adat  (perwatasan) yang  umumnya
            dibuktikan  dengan tanam tumbuh   serta  terdapat  juga  bukti surat
                                            17


            16   Pada masyarakat  adat Suku Baduy,  Banten juga mengenal  wilayah hutan
                yang dilindungi dan  tidak  sembarang orang dapat  masuk dan  berbuat
                sekehendaknya yang disebut “tanah larangan”.
            17   Menurut Stevie Vebria Lisma, 2014, Tinjauan Pelaksanaan Peraturan Gubernur
   229   230   231   232   233   234   235   236   237   238   239