Page 239 - Problem Agraria, Sistem Tenurial Adat, dan Body of Knowledge Ilmu Agraria- Pertanahan (Hasil Penelitian Sistematis STPN 2015)
P. 239
Pengakuan Penguasaan dan Pemanfaatan Tanah dalam ... 221
Sejak terbitnya TGHK 1982 dapat dikatakan bahwa hampir seluruh
wilayah Kalteng merupakan kawasan hutan, hanya dilakukan di atas
kertas dan cenderung arogan, karena tanpa dilakukan survei, inventarisasi
dan idenditifasi secara benar di lapangan. Keterlanjuran menyatakan
Kalteng sebagai kawasan hutan merupakan suatu kesalahan pemegang
kebijakan saat itu. Sejatinya penunjukan kawasan hutan harus mengakui
dan mengakomodasi keberadaan masyarakat adat di dalamnya, dengan
mendelineasi dan mengeluarkannya dari kawasan hutan sejak dini adalah
sebagai hak hukum dan kepentingan masyarakat adat Dayak. Terdapat
ratusan desa di Kalteng yang berada di dalam kawasan hutan. Dengan
demikian, sudah barang tentu hak-hak masyarakat dalam desa tersebut
tidak dapat dimiliki seperti masyarakat lainnya yang berada di luar kawasan
hutan. Padahal, mereka tinggal secara turun temurun menggarap dan
mengembangkan daerahnya secara adat untuk memenuhi hajat sebagai
rantai kehidupan secara komunal sebagai satu kesatuan masyarakat adat
Dayak.
Tanah benar-benar belum menjadi milik petani, tetapi milik otoritas
kehutanan. Wilayah tanah adat (milik komunal dan atau milik perorangan)
yang diperoleh masyarakat berdasarkan jerih payahnya melakukan
pembukaan hutan primer (termasuk yang sudah dialihkan) yang dilindungi
UUD 1945 dan peraturan perundangan lainnya, berpotensi menjadi sumber
konflik berkepanjangan antara masyarakat adat dengan pemerintah,
dinyatakan bahwa pengukuhan kawasan hutan diselenggarakan oleh Menteri
(dalam hal ini Menteri Kehutanan). Dengan ketentuan ini maka kewenangan
penetapan kawasan hutan hanya berada ditangan Menteri Kehutanan, bukan
ditangan pemerintah (pusat).
Penafsiran tersebut dipertegas dalam Surat Menteri Kehutanan Nomor
S.426/Menhut-VII/2006, Perihal Penjelasan Menteri Kehutanan tentang status
Kawasan Hutan antara lain :
Poin 5. Dalam Pasal 1 angka 3 UU Nomor 41 Tahun 1999 dijelaskan bahwa
Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh
Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
Poin 6. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa meskipun
suatu kawasan hutan belum ditata batas dan ditetapkan oleh pemerintah,
statusnya adalah kawasan hutan.
Poin 9. Menyikapi hal tersebut pada butir 6 di atas, dengan ini kami
sampaikan bahwa: a) Wilayah-wilayah tertentu yang telah ditunjuk oleh
Menteri Kehutanan sebagai kawasan hutan dan dipertahankan keberadaannya
sebagai hutan tetap adalah secara legal sudah merupakan kawasan hutan.
b) Meskipun kawasan tersebut belum ditata batas, namun pemanfaatan dan
penggunaan di atas kawasan tersebut sudah mempunyai akibat hukum yang
terikat dengan peraturan perundangan yang berlaku.