Page 244 - Problem Agraria, Sistem Tenurial Adat, dan Body of Knowledge Ilmu Agraria- Pertanahan (Hasil Penelitian Sistematis STPN 2015)
P. 244
I Gusti Nyoman Guntur, Dwi Wulan Titik Andari, Mujiati
226
Dayak dilakukan oleh pemerintah tanpa sepengetahuan dan kesepakatan
masyarakat. Otoritas Kehutanan harus menyadari dan arif memandang
kedepan berdasarkan kepentingan masyarakat Dayak di Kalteng. Dalam
kebimbangan inilah, seharusnya Negara hadir untuk rakyat Kalteng.
Sebuah fakta lapangan bahwa persoalan tanah adat dan hutan adat
di Kalteng, mutlak harus dicarikan solusi terbaik yang berkeadilan. Pada
satu sisi diperlukan investasi dalam rangka menggali sumberdaya alam dan
melakukan aktivitas lain atas nama pembangunan (wilayah), namun di sisi
lain juga harus sekaligus tetap memperhatikan keberlangsungan hidup
secara ekonomi dan budaya masyarakat adat Dayak setempat. Khususnya
keberlangsungan tanah adat dan hutan adat terindikasi tidak aman dan
terancam, diduga pada desa-desa tua di bagian hilir dan bagian tengah
sungai-sungai besar, sisa tanah yang tidak masuk dalam kawasan perizinan
investasi (HPH, Tambang, dan sebagainya) untuk masing-masing desa,
kemudian dibagikan kepada seluruh kepala keluarga di desa tersebut,
hampir pasti tidak dapat mencapai 2 hektar/KK, apalagi umumnya
tanah-tanah yang dikuasai masyarakat setempat belum aman karena
belum ada sertipikat . Berdasarkan kondisi inilah kemudian dicanangkan
7
masyarakat Dayak untuk bahu membahu memperjuangkan pengakuan
dan perlindungan hukum dari Negara dalam bentuk sertifikat masing-
masing 5 hektar per KK melalui program yang disebut “Dayak Misik”
dimaksud. Pendirian kelompok Tani “Dayak Misik” ini dilatar belakangi
oleh keprihatinan bahwa tanah sebagai harta berharga petani yang lahir,
hidup dan mengusahakan serta bertempat tinggal di tanah adat tidak
mendapat pengakuan dan perlindungan oleh hukum (Negara) sebagai hak
yang sah. Kondisi demikian menurutnya, sangat tidak adil karena faktanya
warga transmigrasi, investor, dan lain-lain, memperoleh pengakuan,
penghargaan dan perlindungan hukum dengan mendapat sertifikat dari
BPN (sekarang Kementerian ATR/BPN). Dalam upaya merealisasikan
rencana besar dimaksud, Kalteng Pos, 16 April 2015 memberitakan tidak
segan-segan “Tanah HGU sekalipun dimungkinkan dibagi” (lihat Lampiran
5). Bagi masyarakat Dayak di Kalteng, adanya Perber 4 Menteri, dianggap
sebagai payung hukum di bidang pertanahan guna mewujudkan keinginan
8
7 Sabran Ahmad, Ketua DAD Provinsi Kalteng, disampaikan saat Sambutan
pada Forum Koordinasi Kelompok Tani “Dayak Misik” Kalteng (FKKTDM-
KT).
8 Menurut Hawianan (Kepala Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah