Page 241 - Problem Agraria, Sistem Tenurial Adat, dan Body of Knowledge Ilmu Agraria- Pertanahan (Hasil Penelitian Sistematis STPN 2015)
P. 241
Pengakuan Penguasaan dan Pemanfaatan Tanah dalam ... 223
walaupun banyak yang tidak terbukti atau lepas dari tuntutan hukum,
tetapi telah babak belur karena harus menjalani proses persidangan yang
panjang. Arogansi penunjukan kawasan hutan secepatnya perlu dikoreksi,
agar kawasan hutan yang berkepastian hukum dapat terwujud, dengan
melakukan pengukuhan melalui tahapan penunjukan, penataan batas,
pemetaan, dan penetapan . Tidak hanya melakukan asal tunjuk dan teknis
4
sampling untuk menyatakan suatu kawasan menjadi kawasan hutan.
Harus ada kejelasan tata batas dan mempercepat pengukuhan kawasan
hutan secara benar, sehingga tidak dengan mudah menyatakan bahwa
tanah yang dikuasai warga merupakan kawasan hutan. Ada kejelasan
mana wilayah dan mana yang bukan wilayah kelola. Pengukuhan kawasan
hutan seyogyanya lebih mengutamakan jalur partisipatif masyarakat
adat. Pemetaan dilakukan pada tingkat desa dengan mengajak warga
hingga batas-batas penguasaan tanah menjadi lebih jelas. Dalam proses
ini transparansi menjadi hal yang signifikan, agar tidak menimbulkan
kecurigaan, seluruh data dan perkembangan pengukuhan dan pembuktian
hak dapat dengan bebas diakses informasinya oleh masyarakat.
Sekarang ini, proses penetapan kawasan hutan banyak yang baru
sampai tata batas tetapi tidak sampai pada tahap temu gelang. Ini menjadi
banyak konflik, sehingga tertunda . Pelaksanaan tata batas kawasan hutan
5
sampai Tahun 2009 mencapai 219.206 km (77,64 %) dan yang berhasil
2
ditetapkan (dengan memasang patok-patok batas, lihat Gambar 4) baru
11,29 % dari kawasan hutan Indonesia 122.404.872,67 hektar. Pengukuhan
kawasan hutan menjadi agenda mendesak dipercepat terlebih, Putusan
Mahkamah Konstitusi 45 menyebutkan bahwa kawasan hutan yang baru
6
4 Pasal 14 ayat (2) UU Kehutanan menyatakan bahwa: Kegiatan pengukuhan
kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan untuk
memberikan kepastian hukum atas kawasan hutan, dan Pasal 15 ayat (1)
menyatakan bahwa: Pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 dilakukan melalui proses sebagai berikut: a. penunjukan
kawasan hutan, b. penataan batas kawasan hutan, c. pemetaan kawasan hutan,
dan d. penetapan kawasan hutan.
5 Wawancara dengan Kepala BPKH Provinsi Kalimantan Tengah (Maryuna),
tanggal 10 Juni 2015.
6 Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 45/PUU-IX/2011 tentang uji Pasal 1
angka 3 UU Kehutanan yang mengabulkan permohonan para pemohon untuk
menghapus frasa frasa “ditunjuk dan atau” dalam Pasal 1 angka 3 UU Kehutanan,
sehingga redaksi baru dari pasal ini adalah “Kawasan hutan adalah wilayah
tertentu yang ditunjuk dan atau [hapus] ditetapkan oleh pemerintah untuk
dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap”. Implikasi dari revisi ini