Page 246 - Problem Agraria, Sistem Tenurial Adat, dan Body of Knowledge Ilmu Agraria- Pertanahan (Hasil Penelitian Sistematis STPN 2015)
P. 246
I Gusti Nyoman Guntur, Dwi Wulan Titik Andari, Mujiati
228
hal yang sama yang ingin dicapai atau dicita-citakan yaitu keduanya ingin
meraih “sesuatu” yaitu ingin meraih tanah, dan ingin meraih uang sebagai
ganti dari bidang tanah yang diserahkannya.
C. Implikasi dalam Pengakuan Tanah Adat
Otoritas tertinggi sebagai dasar formal penguasaan negara atas tanah dan
sumber daya alam di Indonesia, terdapat pada UUPA dan Undang-Undang
Pokok Kehutanan (UUPK). Pertama, dalam UUPA terdapat pengakuan
terhadap : 1) tanah negara, 2) tanah hak (milik), dan 3) tanah adat (ulayat).
Kedua, dalam UUPK dinyatakan bahwa Kementerian Kehutanan memiliki:
1) “kekuasaan untuk...mengatur dan mengurus semua aspek terkait hutan,
wilayah hutan, dan hasil-hasil hutan”, dan 2) penguasaan negara atas hutan
didefinisikan sebagai Kawasan Hutan, yang diklasifikasikan menjadi hutan
lindung dan konservasi, hutan produksi, dan hutan produksi untuk konversi.
Dalam hal suatu wilayah telah diklasifikasikan sebagai kawasan hutan
maka hanya otoritas Kehutanan yang dapat melepaskannya menjadi non-
kawasan hutan atau areal penggunaan lain (APL). Permasalahan muncul
dari inkonsistensi antara UUPA dan UUPK. Hal krusial dari UUPK (sampai
amandemen oleh Mahkamah Konstitusi, Tahun 2013) yaitu memasukkan
tanah adat sebagai bagian dari tanah (hutan) Negara dan memungkinkan
otoritas Kehutanan untuk secara sepihak menetapkan wilayah sebagai
Kawasan Hutan tanpa mempertimbangkan hak-hak untuk mengelola dari
pemerintah daerah. UUPK menyebabkan sulitnya kelompok-kelompok
adat untuk memperoleh pengakuan hukum atas hak-hak tanah lama.
Pemerintah sering memberikan konsesi tanah untuk perusahaan pertanian
(HGU), kehutanan dan pertambangan tanpa mempertimbangkan
pemanfaatan tanah yang sebenarnya dan klaim-klaim adat. Sengketa tanah
antara perusahaan dan masyarakat di sekitar, oleh karenanya merupakan
hal yang umum.
Sebagai upaya merealisasikan ketentuan konstitusi dan berbagai
ketentuan perundang-undangan yang masih berlaku tentang hak-hak
masyarakat hukum adat serta penyelesaian masalah penguasaan tanah pada
kawasan hutan, dikeluarkan Perber 4 menteri dan Permen ATR/BPN No. 9
Tahun 2015. Adapun perbedaan sasaran pengaturan antara Perber dengan
Permen ATR/BPN dapat dilihat dari aspek obyek dan subyeknya (lihat Tabel
4). Perber sasaran obyeknya adalah hanya segala bentuk penguasaan tanah
yang berada di dalam kawasan hutan, baik yang baru berupa penunjukan