Page 238 - Problem Agraria, Sistem Tenurial Adat, dan Body of Knowledge Ilmu Agraria- Pertanahan (Hasil Penelitian Sistematis STPN 2015)
P. 238

I Gusti Nyoman Guntur, Dwi Wulan Titik Andari, Mujiati
            220

                Kemudian,  peta  TGHK 1982  tersebut  disempurnakan berdasarkan
            Peraturan Daerah Kalteng Nomor 5  Tahun 1993  dan  disahkan  dengan
            surat Menteri Dalam Negeri Nomor 68 Tahun 1994 sehingga proporsinya
            berubah menjadi kawasan hutan 11.149.145 Ha (72,6 %) dan nonkawasan
            hutan seluas 4.207.255 Ha (27,4 %). Berdasarkan Peraturan Daerah Kalteng
            Nomor 5 Tahun 2003 (penyempurnaan Perda No. 5 Tahun 1993) dan peta
            paduserasi Tahun 1999, proporsinya berubah menjadi luas kawasan hutan
            9.661.283,02 Ha (62,91 %)  dan luas nonkawasan hutan 5.695.416,98  Ha
            (37,09 %). Menindaklanjuti keluarnya Undang-undang Nomor 26 Tahun
            2007 tentang Penataan Ruang, Pemerintah Provinsi Kalteng mengusulkan
            revisi Rancangan RTRWP (Rencana  Tata Ruang  Wilayah Provinsi)
            yang memuat  substansi  perubahan  peruntukan  fungsi kawasan hutan,
            dengan rincian sebagai kawasan hutan seluas 8.485.346 Ha (55,65 %) dan
            nonkawasan seluas 6.763.436 Ha (44,35 %). Hanya saja sejak saat itu sampai
            dengan penelitian ini, usulan revisi tersebut berlarut-larut hingga saat ini
            Kalteng benjalan tanpa Rencana Tata Ruang Wilayah .
                                                         1
                Di satu sisi belum ada kejelasan revisi RTRW, disisi lain juga belum
            ada pencabutan terhadap Keputusan Menteri Pertanian tersebut dan masih
            digunakan oleh otoritas  Kehutanan  sebagai  dasar  untuk  menentukan
            kawasan hutan di Kalteng. Bahkan dengan adanya Undang-undang Nomor
            24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, TGHK masih tetap diberlakukan
            karena  belum dilakukan  pemaduserasian .  Apalagi  otoritas  Kehutanan
                                                 2
            dapat menafsirkan/menyatakan secara sepihak bahwa penunjukan kawasan
            hutan mempunyai kepastian hukum yang sama dengan penetapan kawasan
            hutan .
                 3


            1   Wawancara dengan Bambang Respati, Kepala Bidang PPP Kanwil BPN Provinsi
                Kalteng, tanggal 9-10 Juni 2015;

            2   Surat Edaran Menteri Kehutanan No. 404/Menhut-II/03 tanggal 10 Juli 2003,
                menyatakan bahwa bagi setiap provinsi yang belum ada Keputusan Menteri
                Kehutanan tentang penunjukan kembali atas kawasan hutan yang didasarkan
                pada hasil  pemaduserasian  antara RTRWP  dengan  TGHK, maka kawasan
                hutan pada provinsi  tersebut  mengacu  dan  berpedoman pada  Keputusan
                Menteri Kehutanan tentang TGHK;
            3   Pasal 1  angka 3 UU  Kehutanan, menyatakan bahwa kawasan hutan  adalah
                wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau (cetak miring oleh peneliti) ditetapkan
                oleh pemerintah untuk  dipertahankan  keberadaannya  sebagai  hutan  tetap.
                Selanjutnya dalam Pasal 5 ayat 3 UU tersebut dinyatakan bahwa penetapan
                status hutan dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah yang dimaksud di sini
                adalah pemerintah pusat (Pasal 1 angka 14 UU Kehutanan). Dalam Peraturan
                Pemerintah Nomor 44/2004  tentang Perencanan Kehutanan  pada Pasal 15
   233   234   235   236   237   238   239   240   241   242   243