Page 229 - Problem Agraria, Sistem Tenurial Adat, dan Body of Knowledge Ilmu Agraria- Pertanahan (Hasil Penelitian Sistematis STPN 2015)
P. 229
Pengakuan Penguasaan dan Pemanfaatan Tanah dalam ... 211
mengalami keadaan yang bagaimanapun juga akan tetap seperti semula.
Selain itu adalah suatu kenyataan, bahwa tanah merupakan tempat tinggal
keluarga dan masyarakat, memberi kehidupan, merupakan tempat dimana
keluarga meninggal dunia dikebumikan dan sesuai dengan kepercayaan
merupakan tempat tinggal roh para leluhur dan tempat-tempat dewa
pelindung bersemayam. Dapat dikatakan bahwa tanah merupakan bagian
dari kehidupan, bahkan pada Suku Dayak tertentu, tanah adalah “nafas”
kehidupan, baik dalam dimensi ekologis, transenden, sosial budaya maupun
eksistensi suku. Bagi masyarakat adat Dayak, tanah bukan sekedar dianggap
sebagai sumber penghidupan (pertanian, perkebunan, pertambangan)
secara ekonomi saja. Tanah adalah warisan dari para leluhurnya yang
dikubur di dalam tanah itu. Tanah secara spiritual dianggap sebagai jalur
hubungan dengan para leluhurnya. Rasa hormat dan terima kasih kepada
para leluhur itu dibuktikan dengan menggarap dan memelihara tanah
sebaik mungkin. Hak ulayat yang dimiliki oleh masyarakat adat secara
komunal memberikan dasar yang amat kuat untuk menyelenggarakan
hubungan lahir-bathin dengan para leluhurnya.
Tanah adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari Suku Dayak.
Sebagai tanda penguasaan tanah secara nyata yang umum dapat berupa
pondok, buah-buahan, dan pohon-pohon kayu keras. Mengingat arti
penting tanah, untuk mempertahankan eksistensi dan kepemilikan
secara nyata, dibuat batas-batas untuk menghindari sengketa sekaligus
menunjukan kepemilikan. Guna menunjukan batas-batas petak garapan,
ditandai patok-patok pada setiap sudut petak tanah yang sudah diketahui
oleh kelompoknya, atau sungai, tanaman, buah-buahan (cempedak atau
buah-buah lain), pohon bambu dan sebagainya. Batas-batas tersebut
merupakan sebuah bukti untuk memberikan penegasan bahwa orang yang
bersangkutan merupakan pemilik tanah, sehingga pihak lain tidak berhak
untuk mengklaim kepemilikan atas tanah tersebut. Batas kepemilikan
tersebut merupakan faktual yang tidak terbantahkan oleh pihak lain atau
kelompok masyarakat, karena pembuktian dalam masyarakat adat bersifat
konkrit.
Berdasarkan jenis-jenis fungsi hutan yang diuraikan oleh Widjono
di atas, dilihat dari pola penguasaannya terdapat: a) penguasaan oleh
kelompok masyarakat adat yaitu Talutn Luatn, Simpukng Brahatn dan
Simpukng Ramuuq serta, b) penguasaan tanah oleh perorangan dan atau
keluarga berupa Simpukng Umpaq Tautn, Simpukng dukuh dan Simpukng
Munan. Senada dengan pengelompokan tersebut, Tias Vidawati melakukan