Page 30 - Problem Agraria, Sistem Tenurial Adat, dan Body of Knowledge Ilmu Agraria- Pertanahan (Hasil Penelitian Sistematis STPN 2015)
P. 30
Tjahjo Arianto, Tanjung Nugroho, Eko Budi Wahyono
12
dibubarkan oleh warga persekutuan hukumnya. Dalam hal masyarakat
hukum adat dipindahkan ke tempat lain oleh Pemerintahan Negara, ke
daerah transmigrasi, maka masyarakat hukum adatnya pun berpindah ke
tempat baru bersama dengan perpindahan warga masyarakatnya sebagai
penduduk.
Hak keperdataan adat lahir dari proses pertumbuhan hak sebagai
salah satu dalil pokok Hukum Pertanahan Adat Indonesia. Proses itu
membuktikan bahwa hak keperdataan atas tanah, bertumbuh dan
berkembang melalui penguasaan dan pendudukan bidang tanah untuk
dimanfaatkan dan digunakan oleh warga masyarakat hukum. Penguasaan
dan pendudukan itulah dasar bagi lahirnya hak keperdataan atas tanah
yang kuat dan penuh, berdasarkan empat dasar utama yaitu:
a. karena kedudukan hukum orang sebagai warga persekutuan
masyarakat hokum;
b. karena sudah mendapatkan perkenan berupa ijin dan dengan
sepengetahuan kepala persekutuan masyarakat hukum adat;
c. karena maksud dan tujuan penguasaannya adalah untuk dikelola
sendiri secara langsung agar bisa dinikmati hasilnya;
d. tidak ada maksud dan tujuan penguasaan tanah untuk dijadikan obyek
perdagangan bagi keuntungan diri sendiri.
Terpenuhinya keempat syarat ini oleh orang yang menguasai
dan menduduki tanah, dan dibenarkan oleh warga masyarakat serta
kepala masyarakat hukum adat, menyebabkan lahirnya pengakuan hak
keperdataan orang atas bidang tanah yang diduduki serta dikuasainya.
Maka sifat hak keperdataan warga masyarakat hukum adat atas tanahnya,
menjadi kuat dan pasti dengan jaminan masyarakat hukumnya. Sementara
hak keperdataan masyarakat sebagai organisasi persekutuan hukum
adat, berada dalam keadaan menguncup dan mengembang terhadap hak
perorangan atau individu; sekalipun hak keperdataan masyarakat itu tidak
pernah hapus pengaruhnya terhadap hak perorangan atau individu.
Hak keperdataan warga masyarakat hukum adat atas tanahnya,
merupakan suatu hak dasar yang bersifat azasi, yang tidak boleh dilanggar
dengan sewenang-wenang oleh warga masyarakat maupun penguasa
masyarakat hukum adat, baik dalam bentuk mencabut hak miliknya
ataupun menjualnya kepada orang luar yang menyebabkan terjadinya
pemutusan abadi hak kekuasaan masyarakat. Bahwa tanah masyarakat