Page 66 - Problem Agraria, Sistem Tenurial Adat, dan Body of Knowledge Ilmu Agraria- Pertanahan (Hasil Penelitian Sistematis STPN 2015)
P. 66

Tjahjo Arianto, Tanjung Nugroho, Eko Budi Wahyono
            48

            bukti pajak bumi yang  terbit sebelum  tahun 1960 dapat dianggap bukti
            pemilikan. Di luar Jawa termasuk kampung Tua di Pulau Batam pembuktian
            tertulis tanah adat berupa keterangan dari Kepala Desa tentang penguasaan
            fisiknya.  Pasal  24  ayat  (2)  Peraturan  Pemerintah  Nomor  24  Tahun  1997
            tentang  Pendaftaran Tanah mengatur  bahwa dalam  hal tidak atau tidak
            lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian tertulis, pembukuan hak
            dapat  dilakukan  berdasarkan  kenyataan  penguasaan  fisik  bidang  tanah
            yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) atau lebih secara berturut –turut
            oleh  yang  bersangkutan atau  pendahulu-pendahulunya dengan  syarat:
            penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh
            yang berhak atas tanah serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat
            dipercaya.Penduduk yang sekarang tinggal di beberapa Kampung Tua saat
            sudah sangat heterogen, agak sulit kalau dipedomani sebagai kampung adat
            murni, karena jumlah penduduk asli sudah sangat sedikit, namun walaupun
            penguasaan tanahnya beralih status tanah tersebut terbukti memang tanah
            adat. Di beberapa lokasi Kampung Tua ada yang sulit dinyatakan sebagai
            masyarakat  adat karena  tataran  dan  sistematika  komunal  masyarakat
            sudah tidak ada, tinggal penguasaan tanah secara individual. Pertumbuhan
            penduduk sangat pesat dan ini menimbulkan permasalahan baik sekarang
            atau dikemudian hari. Distribusi Kampung tua dapat dilihat pada gambar
            5 berikut ini.
























                                Gb.7. Distribusi Kampung Tua

                Luas Kampung Tua Tanjung Uma semula 55 ha, kemudian oleh BP Batam
            dialokasikan 60 ha,  tetapi masyarakat menginginkan 108 ha,  selanjutnya
   61   62   63   64   65   66   67   68   69   70   71