Page 139 - (New Flip) Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
P. 139
Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
menjadi kota multi etnis dan kultur, melahirkan kaum profesional, para
pejabat, akademisi, politikus, pengusaha, tokoh agama, hingga
wartawan dan seniman. Pada masa pendudukan militer Jepang, di kota
5
itu ditempati oleh 437 ribu jiwa.
Golongan terbesar dari populasi di Kota Bandung adalah orang
Indonesia sebanyak 380 ribu jiwa. Sebagian besar dari mereka adalah
orang Sunda yang merupakan penghuni asli kawasan pegunungan Jawa
Barat, namun terdapat pula kelompk etnik Jawa yang relatif besar serta
cukup banyak orang Minang, Batak, dan anggota kelompok etnik
lainnya dari luar Jawa. Orang Cina yang berjumlah sekitar 40 ribu jiwa
sebagian besar berprofesi pedagang. Golongan terbesar ketiga adalah
orang Eropa yang terdiri dari orang Belanda asli, peranakan eurasia, dan
bangsa lainnya, yang berjumlah 27 ribu jiwa.
6
Namun, investasi besar-besaran di Jawa Barat pegunungan dan
pesisir tersebut tidak diimbangi dengan kesejahteran rakyatnya. Para
tuan tanah dan pemerintah lebih cenderung membela kepentingan
pejabat dan aparatnya ketimbang penduduk pribumi. Kepada penduduk
pribumi, mereka memberikan upah yang rendah serta besarnya pajak
dan retribusi. Dampaknya, sebagian besar kaum pribumi menjadi
antipati terhadap penjajah. Di beberapa tempat timbul gerakan sosial.
3.3. Penandatanganan Kapitulasi di Subang
Dibanding daerah-daerah lain, Jawa Barat adalah wilayah paling
strategis dalam kancah peralihan kekuasaan dari Pemerintah Hindia
Belanda ke Pemerintah Pendudukan Militer Jepang. Pada awal 1942,
Pemerintah Hindia Belanda kalah di berbagai pertempuran. Untuk
menggenapkan pengakuan atas kekalahannya, Gubernur Jenderal
Hindia Belanda Tjarda Starkenborg Stachouwer dan Panglima Militer Ter
Poorten menandatangani kapitulasi di lapangan terbang Kalijati,
Subang, Jawa Barat, pada Ahad, 8 Maret 1942, pukul 17.15 Waktu
Jawa. Isinya menyatakan penyerahan tanpa syarat kepada tentara
Jepang.
Pada pukul 23.00, radio Nederlandsch Indische Radio Omroep
Maatschappij (NIROM) yang memancarkan gelombangnya melalui
stasiun darurat di Ciumbuluit, Bandung, untuk terahir kalinya
menyiarkan siaran ke dunia bebas. Penyiar Bert Garthoff sempat
127