Page 141 - (New Flip) Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
P. 141
Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Pekalongan, dan R.A.A. Sudjiman Martadiredja Gandasubrata sebagai
Residen Banyumas.
8
Bekas wexthouer pada masa Hindia Belanda, R.A. Atma Dinata
diangkat sebagai Sityo atau Wali Kota Bandung pada April 1943. Mr. J.
Ardiwinata sebagai Fukusityo atau Wakil Wali Kota Bandung (kemudian
digantikan oleh Ir. Ukar Bratakusumah) dengan Basuni sebagai
Sekretaris Wali Kota Bandung. Sementara Dr. Djundjunan diangka
sebagai Kepala Kesehatan Bandung Si.
Sejak 8 Agustus 1942, pemerintah pendudukan Jepang
menetapkan 17 daerah pemerintahan tertinggi (Shu) di Jawa, yakni
Banten, Jakarta, Bogor, Priangan, Cirebon, Pekalongan, Semarang,
Banyumas, Pati, Kedu, Surabaya, Bojonegoro, Madiun, Kediri, Malang,
Besuki, dan Madura.
Berbeda dengan Pemerintah Hindia Belanda yang cenderung
mencurigai kaum pergerakan, pada awal kekuasaannya Pemerintah
Pendudukan Jepang malah bekerja sama. Buktinya, mereka
membebaskan para pemimpin pergerakan Indonesia yang ditawan atau
dibuang oleh Pemerintah Hinda Belanda, seperti Sukarno, Mohammad
9
Hatta, Sjahrir. Tiga serangkai itu sepakat berbagi peran. Sukarno dan
Hatta bergerak “di atas tanah” atau bekerjasama dengan Jepang,
sedangkan Sjahrir bergerak “di bawah tanah” atau tidak bekerjasama
dengan Jepang. Hatta bersedia menjadi penasehat pemerintah militer
Jepang. Dia dibantu oleh A.K. Pringgodigdo, Suwiryo, Sujitno
Mangunkusumo, dan Mr. Hardjono.
Kerja sama juga dilakukan oleh Sukarno, Mr. Moh. Yamin, Oto
Iskandardinata, Mr. Sjamsudin, dan Muchtar. Selain Sjahrir, tokoh yang
memilih tidak bekerja sama antara lain Dr. Tjipto Mangunkusumo.
10
Sjahrir lantas menyingkir ke Cipanas, Cianjur. Saat dibentuk organisasi
politik Tiga A—Jepang Pemimpin Asia, Jepang Pelindung asia, Jepang
Cahaya Asia—, tokoh Parindra Jawa Barat, Mr. Sjamsudin, didapuk
sebagai ketuanya. Sjamsudin dibantu oleh bekas tokoh Gerindra lainnya,
yakni K. Sutan Pamuntjak dan Mohammad Saleh.
Untuk menjalankan roda pemerintahan, Jepang di Jawa Barat
merekrut kalangan pemuda baik dari kubu nasionalis maupun Islam.
Kaum muda dibutuhkan, karena mereka memiliki semangat dan
idealisme. Mereka juga dinilai belum “tercemari” pemikiran Barat,
sehingga mudah bagi Jepang untuk menjalankan propagandanya. Para
129