Page 236 - (New Flip) Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
P. 236
Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
pemberontakan sekarang seluruhnya lebih suka melihat Semarang
93
hancur seluruhnya daripada melihat Inggris ada di sana” .
4.17. Pekalongan
Penyebarluasan berita proklamasi di karesidenan Pekalongan
memunculkan berbagai macam reaksi, salah satunya ialah sentimen
rasial yang ditujukan terhadap orang-orang Tionghoa. Sentimen itu bisa
jadi karena lupa atau ketidaktahuan. Sebagai contoh, ada seorang
Tionghoa di Tegal (?) yang dicambuk sampai pingsan karena lupa
mengucapkan salam “merdeka” ketika melewati pos penjagaan. Ada
pula yang tidak tahu menggunakan galah pengganti tiang bendera
94
untuk memetik mangga .
Selain memunculkan sentimen rasial, penerimaan berita
proklamasi dan tindakan pengibaran bendera menimbulkan
pertentangan antara kelompok nasionalis dengan pangreh praja.
Walikota Tegal, misalnya, hanya mengizinkan pengibaran bendera
merah putih sebagaimana aturan yang berlaku. Aturan yang dimaksud
ialah hinomaru di sebelah kanan dan merah putih di sebelah kiri.
Kadang-kadang, pangreh praja melarang pengibaran kedua bendera
95
tersebut .
Ketidakpastian tentang pengibaran bendera itu menyulut
kebingungan dan kemarahan kelompok nasionalis di Tegal. Mereka
menuntut penjelasan walikota. Penjelasan itu baru diberikan tanggal 11
September 1945 pukul 08.00 di Gedung Gereja Katolik di Keraton Lor.
Dalam acara tersebut, walikota Tegal, Tuan Sungeb, yang datang
terlambat 40 menit, menyampaikan bahwa ia belum menerima instruksi
resmi tentang kemerdekaan. Lebih lagi, kata Tuan Sungeb, Kanpo
(lembaran resmi pemerintah) pun tidak menyebut proklamasi.
Mempercayai berita-berita di luar kedua sumber tersebut, menurut Tuan
Sungeb, berbahaya. Belum selesai memberikan pernyataan, Kadarisman,
anggota KNI, memotongnya. Menurut Kadarisman, “kemerdekaan
bukan seperti orang tua yang memberikan permen kepada anaknya
yang merengek-rengek. Kemerdekaan datang dari bangsa sendiri, bukan
96
dari perintah resmi Jepang”.
Sementara itu, di kabupaten Pekalongan, tersebarnya berita
proklamasi mendorong pemuda di sana beramai-ramai menyebarkan
poster “merdeka atau mati” serta mengibarkan bendera. Di kantor
karesidenan, pengibaran bendera itu menyulut ketegangan dengan
224