Page 237 - (New Flip) Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
P. 237

Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia


                Jepang dan menuai protes baik dari penguasa Jepang maupun pangreh
                praja  di  sana.  Untuk  mencegah  pertumpahan  darah,  baik  bendera
                merah putih maupun hinomaru dilarang dikibarkan di sana.
                        Masih di Pekalongan, proklamasi kemerdekaan menumbuhkan
                sentimen anti-Jepang. Sentimen itu semakin memuncak ketika Kenpeitai
                menolak  menyerahkan  senjata  dan  terus  melakukan  pameran  senjata.
                Kondisi  ini membuat situasi semakin memanas. untuk meredamkannya,
                pada  tanggal  4  Otober  1945,  di  markas  Kenpeitai,  Kebon  Rojo,
                diadakan  perundingan  antara  Residen  Pekalongan  dengan  pimpinan
                kenpeitai.
                        Saat  perundingan  sedang  berlangsung,  kenpeitai  menembaki
                rakyat  yang  menyaksikan  perundingan  itu.  Situasi  menjadi  tidak
                terkendali.  Sujono,  salah  seorang  yang  berada  di  sana  menuturkan
                bahwa bersamaan dengan bunyi tembakan, ia melihat seorang pemuda
                berusaha  mengibarkan  bendera  merah  putih.  Ada  pula  pemuda,
                berdarah di kepalanya, naik ke atap gedung kenpeitai membawa minyak
                tanah hendak membakarnya. Sementara itu, Kenpeitai terus menembak
                tanpa tujuan.
                        Informasi tambahan diperoleh dari Soemangku, saksi mata lain
                dalam  peristiwa  tersebut.  Soemangku  yang  kala  itu  tercatat  sebagai
                pemuda  Sampang,  Pekalongan,  dalam    surat  pernyataannya
                menuturkan  bahwa  ia  bersama  dengan  teman-temannya  sengaja
                datang  ke  markas  Kenpeitei  sejak  pagi  untuk  melihat  perundingan
                antara  Indonesia  dengan  Jepang.  Ketika  hari  sudah  siang  dan  bedug
                masjid  mulai  berbunyi,  perundingan  pun  belum  selesai.  Rakyat  yang
                menonton pun mulai gelisah.

                Suasana    panas   sampai    akhirnya   terdengar   teriakan   “allahu
                akbar…merdeka!”…suara  gemuruh  dan  sahut-sahutan  antara  allahu
                akbar, suara kentongan langgar, bedug masjid, tiang listik, dan lain-lain
                bercampur  dengan  tembakan  mitraliyur  Jepang,  suasana  berubah
                menjadi medan pertempuran .
                                            97

                        Di  samping  suara-suara  tersebut,    dalam    insiden  yang
                „memakan‟  49  orang  itu—37  tewas,  12  luka-luka—  terdengar  pula
                suara  serbu,  maju  terus,  aduh-aduh,  serta  tolong.  Hal  ini  dituturkan
                pula oleh Meriati (Merry Hoegeng) yang ikut memberikan pertolongan
                medis  dalam  insiden  tersebut.  Menurutnya,  kondisi  korban  di  sana




                                                                                 225
   232   233   234   235   236   237   238   239   240   241   242