Page 126 - Tenggelamnya Kapal
P. 126

25. PULANG



               PAGI-PAGI hari Senin, 19 hari bulan Oktober 1936 kapal Van der Wijck yang menjalani lijn
               K.P.M. dari Mengkasar telah berlabuh di pelabuhan Tanjung Perak. Kapal itu akan menuju
               Semarang, Tanjung Periuk, dan terus ke Palembang. Penumpangpenumpang yang akan
               meneruskan pelayaran ke Padang harus pindah kapal di pelabuhan Tanjung Periuk.

               Dengan kapal itulah Hayati akan menumpang. Demikian putusan yang telah diambil oleh
               Zainuddin.

               Dari malamnya Hayati telah bersiap, berdua dengan Muluk membeli barang-barang makanan
               untuk persiapan di kapal. Meski pun kereta api ada dari Surabaya ke Jakarta, ada yang
               berangkat siang hari, ada pula yang berangkat malam, tetapi menurut pertimbangan Zainuddin
               lebih aman jika Hayati berangkat dengan kapal dari Surabaya terus ke Padang, karena tidak ada
               keluarga yang akan ditempati di Jakarta.

               Muluk sendiri heran mengapa Zainuddin mengambil keputusan demikian rupa. Zainuddin sendiri
               pun hanya menggelengkan kepala saja sambil menarik nafas panjang ketika ditanya. Dan hari
               Senin itu juga pagi-pagi, ditemuinya Hayati; dengan perkataan yang kaku dan dingin dia
               berkata: "Hayati! Selamat pulang. Barangkali saya sendiri tak dapat mengantarmu ke Tanjung
               Perak, karena ada urusan yang akan saya selesaikan di Malang, pagi ini juga saya berangkat.
               Nanti kira-kira pukul 3 bolehlah engkau berangkat ke Tanjung Perak ditemani oleh abang Muluk.
               Dan bila engkau sampai ke kampung, jangan lupa menyampaikan salamku kepada engku
               Dt....dan kepada keluarga di sana semuanya."

               Belum sempat Hayati menjawab perkataan itu, dengan langkah yang tetap dia keluar, terus ke
               jalan ramai menumpang sebuah auto yang berangkat ke Malang ...........

               Hayati tinggal tegak bagai terpaku ke tanah, Muluk tegak melihat kejadian yang sedih itu sambil
               menggelengkan kepala. Hayati kembali masuk ke dalam kamarnya dengan langkah lambat
               sekali, setelah lebih dahulu melihat tenang-tenang dan sayu kepada gambarnya yang
               tergantung di dinding, yang berselimutkan kain sutera hijau itu. Sesampai di dalam kamar,
               hampir 2 jam lamanya dia duduk membuat sepucuk surat yang panjang sekali. Setelah kira kira
               pukul 3 petang, bersiaplah mereka hendak berangkat. Mata Hayati masih digenangi air mata.

               "Tanda peringatan apakah yang akan dapat kubawa dari rumah ini, bang Muluk?" tanya Hayati
               kepada Muluk dengan rawannya.

               Dengan tak menjawab, Muluk melangkah ke dekat dinding, diambilnya sebuah gambar
               Zainuddin yang tergantung di sana. "Bawa sajalah ini, sekurang-kurangnya akan jadi
               peringatan!" katanya dengan perasaan sangat terharu.
               Diambilnya gambar itu, tidak dimasukkannya ke dalam petinya, tetapi diletakkannya saja ke
               malam bungkusannya.
               "Mengapa tidak disimpan ke malam peti?" tanya Muluk. "Supaya mudah mengambilnya kalau
               akan dilihat nanti," kata Hayati pula.
               Dengan menumpang sebuah taksi, mereka berangkat ke Tanjung Perak .........
   121   122   123   124   125   126   127   128   129   130   131