Page 127 - Tenggelamnya Kapal
P. 127

Sesampai di kapal, Muluklah yang mencari tempat buat perempuan itu di atas dek. Menurut
               kebiasaan, kalau muatan tak banyak, pukul 6 sore kapal itu telah berlayar. Tetapi sekali ini
               lantaran memunggah muatan terlalu banyak, berangkat dilambatkan sampai pukul 9 malam.
               Dan kelak pagi-pagi pukul 7 - menurut biasaiya - sudah ada di pelabuhan Semarang. Syukurlah
               ada dua orang iaki isteri dari Balikpapan yang pulang perlop ke Padang. Kepada nerekalah
               Hayati ditumpangkan oleh Muluk. Seketika hari telah pukul 5 sore, dipanggilnya pula dua orang
               kuli Mengkasar, yang [201] biasa disebut "bacok", disuruhnya mengambilkan air atau makanan
               sampai ke Tanjung Periuk.

               Seketika dia akan turun, dengan rupa yang sangat terharu Muluk mendekati Hayati, yang
               sedang tegak melihat pelabuhan Surabaya yang ramai itu di tepi dek. Air matanya
               kelihataniatuh berlinang.
               "Hayati!" kata Muluk. "Sebenarnya tak Sampai hatiku hendak melepas engkau berlayar seorang
               diri. Saya pun telah ingin pula hendak pulang ke kampung. Tetapi apakah akan dayaku,
               keadaan belum mengizinkan. Sebab itu, berilah saya maaf, dan jangan kau terlalu berkecil hati."

               Lama sekali Hayati baru dapat menjawab perkataan Muluk, lantaran air matanya terus cucur
               bagai hujan lebat. Dengan tangis terisak-isak baru dapat dia berkata: "Sampai hati betul
               Zainuddin menyuruhku pulang,bang Muluk........."

               "Kuatkan hatimu, hai perempuan muda! Jangan Tuhan kau lupakan, dia senantiasa sayang akan
               hambaNya!"

               "Insya Allah, bang Muluk!"
               "Sekarang saya turun, dan ..... selamat berlayar!"
               "Se ....... lamat ....... tinggal!"

               Seketika Muluk akan membelakanginya dan akan turun lagi, dipanggilnya kembali, "Bang Muluk!
               Tolong sampaikan suratku ini kepada Zainuddin, dan tolong katakan pula kepadanya, sampai
               kepada saat akan berpisah itu, Hayati masih ingat akan dia!"
               Dengan menarik nafas panjang, surat itu disambut oleh Muluk, dan dia pun turunlah ke bawah
               dengan langkah yang bagaikan jatuh. Sampai sehilang-hilangnya masih diturutkan oleh Hayati
               dengan matanya yang telah merah lantaran menangis tak berhentihentinya itu.
               Pukul 9 malam kapal itu pun berlayarlah menuju Semarang. Penumpang-penumpang dalam
               kapal tersebut terdiri dari seorang gezagvoerder (kapitan), 11 orang opsir, seorang markonis,
               seorang hofmeester, 5 klerk, 80 orang pegawai-pegawai Indonesia, kuli-kuli dan kelasi.
               Penumpang bangsa Eropah ada 22 orang, 5 anak-anak, [102] dan penumpang-penumpang dek,
               termasuk Hayati lebih sedikit 100 orang. Setelah menyiapkan tempatnya ditolong oleh beberapa
               bacok Mengkasar yang baik hati itu, Hayati pun duduklah ke tempatnya, bersandar ke petinya
               dengan rupa sedih. Dibukanya bungkusannya, dikeluarkannya gambar Zainuddin dari
               bungkusan itu, lama sekali dia melihat dan mengamat-amatinya.
               Setelah satu jam kapal berlayar, dia kembali tegak ke tepi dek, melihat lampu-lampu yang
               berkelap kelip di pelabuhan dan bayangannya yang bagai disemaikan di dalam lautan yang luas
               itu.
               Beberapa jam pula setelah itu, orang-orang dalam kapal telah hening tidur, keheningan itu
               hanya dipecahkan oleh suara mesinmesin kapal yang bekerja terus-terusan.
   122   123   124   125   126   127   128   129   130   131   132