Page 65 - Tenggelamnya Kapal
P. 65
12. MEMINANG
BAGI setengah orang, mencari isteri amat sukar dan payah, mesti bercinta-cintaan lebih dahulu.
Bagi setengah orang dipandangnya perempuan yang akan jadi isterinya itu laksana gunung
tinggi yang payah mendaki, seehingga dia mundur maju hendak menyatakan pinangannya
kepada perempuan itu atau kepada keluarganya. Padahal di pihak yang lain perempuan
senantiasa pula menunggu. Sehingga lantaran tunggu ketunggu, umur pun berjalan juga, cita-
cita habis di tengah-tengah. Tiba-tiba datang orang lain yang tidak banyak perhitungan, tidak
banyak pikir, dia meminang lebih dahulu, sehingga maksudnya langsung, dan yang mempunyai
cita-cita bermula tinggal mengigit jari.
Di dalam rumah tangga Khadijah tidak lama orang timbang-menimbang, segera saja sepakat
hendak meminang Hayati untuk Aziz. Apalagi sudah berat pikiran mereka bahwa permintaan
mereka akan terkabul. Sebab segala syarat-syarat rasanya cukup, tidak ada yang kurang. Wang
ada, pangkat pun ada, terpandang pula dalam negeri. Duduk sama rendah tegak sama tinggi.
Bagai bulan dengan matahari.
Pada waktu yang telah ditentukan, setelah genap mupakat Aziz dengan keluarganya, disuruhlah
seorang suruhan yang bijak menyampaikan permintaan kepada kaum kerabat Hayati, membawa
"sirih nan secabik, pinang dan segetap." Sampai di Batipuh diterima dengan pribahasa yang
halus-halus oleh kaum Hayati; maklumlah mengadu malu dengan budi.
Dibentangkan orang lapik putih di tengah rumah nan gedang, di sana telah menyambut
perempuan-perempuan dan di dalamnya duduk bersama-sama Mak-tengah Limah. Menurut
adat pula, [103] segala permintaan itu belum akan dijawab pada hari yang sehari itu. Kalau rasa
akan terkabul, diberi tangguh orang yang datang agak seminggu. Tetapi kalau rasa tak akan
terkabul, dalam 3 hari saja hal itu telah dapat diputuskan.
Ketika meminta janji itu, sikerabat beralasan bahwa mamak-mamaknya belum cukup hadir,
padahal memang disengaja tidak hadir. Dikatakan bakonya perlu tahu, sapih belahan empat
jurai di kampung anu, hindu suku di dusun anu, perlu tahu lebih dahulu. Maksudnya ialah untuk
memperlihatkan ketinggian adatistiadat yang dipakai, meninggikan derajat pusaka yang dijawat
turun-temurun.
Dan bila utusan itu pulang kembali ke Padang Panjang, baru saja dia sampai di halamaii, orang
di dalam rumah sudah dapat mengira-ngirakan bahwa maksud mereka rasa-rasakan hasil.
Aziz sejak hitungan ini di dalam rembukan boleh dikatakan tiap-tiap hari Sabtu sore telah tiba di
Padang Panjang, hari Minggu sore pula baru kembali. Mimpinya sudah banyak yang bagus,
maksudnya akan berhasil.
Sedang Zainuddin duduk menghafalkan pelajaran yang baru diterima dari gurunya sehabis
sembahyang Magrib, dia dikejutkan oleh suara tukang antar surat, menyerukan "Pos!"
Surat itu pun diterimanya, tetapi tangannya menggigil,teralamat dari Mengkasar.
Segera dibukanya, tentu saja datang dari mak Base yang tercinta. Tetapi bukan dari mak Base,
hanya dari Daeng Masiga, seorang tetangga yang dikenalnya betul-betul dan banyak per
hubungan dengan dia sebelum dia berangkat meninggalkan Mengkasar.