Page 62 - Tenggelamnya Kapal
P. 62
hari pertama belum lekat, pada hari kedua, ketiga, dan seterusnya mulai mendalam masuk
jantung, mulai terasa benarnya. Sekarang telah terjawab olehnya pertanyaan jantungnya
sendiri, mengapa kerap kali benar orang bercerai dengan isterinya, kerap kali perempuan tak
setia kepada suami. Lain tidak pasal wang juga. Jika wang telah ada, segala-galanya dapat
didamaikan, kekurangan dapat -. disetnbunyikan, marah boleh dihapuskan dengan maaf.
Sudah mulai samar wajah Zainuddin dalam sanubari. Dia hanya akan tinggal laksana peringatan
dari kehidupan masa yang lalu, semasa masih anak-anak. Itu tidaklah heran, sudah lazim. Su
dah biasa anak gadis mencintai seorang muda, anak muda merindui seorang gadis, semasa
mereka masih belum dewasa. Setelah dewasa, tentu kehendak kaum keluarga juga yang akan
langsung Mereka biasanya tinggal kenal dan hormat-menghormati, sama menganggukkan
kepala jika bertemu tengah jalan, yang perempuan bersama suaminya, dan yang laki-laki
bersama isterinya.
Tetapi bila angin 'lah reda, bila suara baju telah hening, Hayati duduk seorang dirinya dalam
rumahnya di Batipuh. Suara [98] oto tidak terdengar lagi dan pacu kuda sudah lama usai,
bilamana dapat dia bermenung dan berpikir agak sejenak, tampak jugalah Zainuddin
terbayangbayang, berjalan dengan langkahnya yang pelahan, dengan muka yang muram dan
kepala tertekur, kurus dan sedih, melarat dan sengsara, tidak ada tali tempat bergantung, tidak
ada tanah tempat berpijak. Kalau dia mengingat itu, dia menarik nafas panjang, laksana
seorang anak dagang ingat kampung halamannya y ang telah lama ditinggalkannya; atau
laksana seorang tua yang tersadar hari mudanya. Ketika itu barulah Hayati menangis,
menumpahkan rasa betas kasihnya, menimpahkan cinta yang sebenarnya. Dan bila dia
bermenung sebentar lagi, bayangan itu pun berangsur hilang dalam perarakan swan, berganti
dengan suatu bayangan putih kian lama kian jelas, yaitu warna kegembiraraan Khadijah,
keindahan kota, ketangkasan Aziz_ Terbayang cincin berlian kiriman tunangan Khadijah yang
dipakainya. Ter= bayang gadis kota yang tangkas dan cantik, dengan bedaknya yang selayang,
pipinya, yang dipermerah, rambutnya yang disanggul besar, pakaiannya yang tipis dan cantik,
kain sarungnya yang senteng di muka sedikit dan selop yang tinggi tumitnya.
Bila bayangan yang gembira itu dagang, musik yang merdu dari suara pergeseran pohon
bambu di belakang rumah, yang biasa membuaikan lagu kerinduan; kulik elang tengah hari di
udara, yang biasa menghidupkan irama orang yang tengah dirayu cinta; desir air -yang
mengalir dalam sungai yang biasa mengalirkan semangat harapan dari orang yang bercinta.
Kicau murai di bubungan atap rumah, siputu tekukur di dalam pohon surian. Bunyi merbah
memanggil pasangannya di rumpun teberau. Yang semuanya itu lagu dan nyanyian keindahan
alam anugerah Tuhan, semuanya hilang tak teringat lagi. Semuanya berganti dengan derum oto
mendaki bukit, derap telapak kuda berlari, sorak-sorai 'rang di gelanggang, bunyi musik dan
keroncong di malam gembira perkawinan. Semuanya adalah keindahan bikinan manusia yang
tiada memuaskan yang lekas membosankan. [99]
"Nikmat Ilahi ada di sekeliting tiap-tiap insan, ada di dusun, ada di kota, ada di gunung dan ada
di lurah, ada di daratan dan ada di lautan. Tetapi. nafsu tiada merasa puas, atau tidak ingat
nikmat yang di kelilingnya itu; dia hanya melihat kekurangannya. Yang senantiasa
diperhatikannya ialah nikmat yang ada di tempat lain, dan yang di tanggn orang lain. Kelak
kalau dia ada kesempatan pindah ke tempat yang dilihatnya itu, dia menyesal dan dia teringat
pulang, yaitu pada hari yang tiada berguna padanya penjelasan lagi .......
Sahabatku yang tercinta Hayati