Page 57 - Tenggelamnya Kapal
P. 57

"Tak baik begitu, Khadijah. Tidaklah adat istiadatnya sampai seburuk yang engkau katakan itu.
               Engkau belum kenal akan dia, tuduhanmu telah sengit saja."
               "Kenal apakah lagi yang lebih dari membaaa surat ini?"

               "Dia baik hati, Khadijah. Tetapi dia sedang dilamun percintaan. Tidakkah engkau tahu bahwa
               orang yang dalam percintaan, kerap kali pencemburu?"

               "Kalau demikian memang berlain sekali pendirian kita perkara cinta, Hayati. Kau terlalu
               dibuaikan angan-angan. Kalau bagi saya, sekiranya datang malaikat dari langit, mengaku sudi
               menjadi kecintaanku, dibawanya sebuah sangkar dari mas, cukup pakaian dari sutera ainal
               benaat, bermahkotakan intan baiduri, tetapi kemerdekaanku dirampas, dan aku wajib tingggl
               selamalamanya dalam sangkar mas itu; jika aku bernyanyi hanya untuk dia, jika aku bersiul
               hanya buat didengarnya, aku diikat, dipaksa turut ikatan itu. Maka terima kasih bagi malaikat,
               selamat jalan bagi sangkar mas, selamat pergi bagi mahkbta baiduri. Bagiku, bebas menurutkan
               kata hati, di bawah perintah diri seorang, itulah tujuan yang paling tinggi di dunia ini."
               Kemudian itu, disambungnya pula: "Heran saya dengan hatimu Hayati. Bagaimana engkau
               pemurah betul membalas cinta manusia yang sekejam itu. Baginya semuanya haram, semuanya
               tak boleh, semuanya terlarang. Akan jadi siapakah engkau nanti? Bagaimana wajah perjalanan
               hidupmu di zaman yang akan datang, [89] saya bingung memikirkannya. Engkau puji
               "kecintaan"mu itu setinggi langit. Bagi saya tak lain orang yang demikian daripada algojo
               perampas kemerdekaan perempuan.

               Hayati yang cantik! yang menerbitkan iri hati dalam kalangan kawan-kawannya. Akan
               kemanakah hilangnya kelak kecantikan itu, akan jadi korban dari nafsu seorang yang kejam,
               yang hendak mengikatnya menjadi permainannya. Hayati, Hayati ....... muda hanya sekali,
               sahabatku! Coba kau pikirkan baikbaik hari kemudian. Berkali-kali engkau menyebut nama
               Tuhan, seakan-akan kami yang lain ini tidak ber-Tuhan pada pemandanganmu. Padahal tidaklah
               Tuhan sekeras itu aturannya, dia tidak memberati manusia lebih da:i pada kuat kuasanya. Dia
               tidak menyuruh supaya kita semuanya jadi perempuan tua yang membungkuk-bungkuk pergi
               ke surau pukul empat hari'kan siang, sebelum ayam berkoko, sebelum murai berkicau,
               berselimutkan kain telakung ........ meraba-raba di dalam gelap. Jangan Hayati, mari kita ambil
               kesempatan selagi badan muda, percayai diri sendiri, cari suami yang bisa menuntun kita, dan
               tersenyum di dunia yang tak lama umurnya ini barang sekejap waktu ...."
               Belum sempat Hayati menjawab, Khadijah telah keluar dari kamar itu. Tinggallah Hayati
               seorang dirinya kebingungan tidak tentu apa yang akan dibuatnya; kadang-kadang dia tidur,
               kadang-kadang dia tegak, kadang-kadang dia mengeluh, kadangkadang dia menghadap ke kiri,
               dibacanya surat Zainuddin, kadang-kadang pula dia menghadap ke kanan, feringat perkataan
               Khadijah.
   52   53   54   55   56   57   58   59   60   61   62