Page 54 - Tenggelamnya Kapal
P. 54

Rasa-rasanya pusing kepala Zainuddin melihat kejadian itu, mengalir keringat dingin di
               keningnya. Dia tegak termangu, suara hinik-pikuk kelilingnya. seakan-akan tak didengarnya.
               Kuda yang baru dilepas telah disorak-soraki orang berkal -kati. Sebentar kedengaran
               "Again........Again." Sebentar kedengaran "Padang......Padang" dan seterusnya, namun
               Zainuddin belum juga insyaf di mana dia sekarang.
               Khadijah dan Aziz, dan kawan-kawannya yang lain tersenyum-senyum saja melihat Hayati.
               Sambil mengeluarkan senyuman yang agak pahit artinya. Khadijjah berkata, sambil melihat
               kepada Zainuddin yang berdiri di tepi pagar itu: "Itulah rupanya orang yang engkau puji-puji
               itu, Hayati?"
               Seorang temannya berkata pula: "Rupanya alim betul kenalanmu itu!"
               "Orang banyak berpikir memang begitu," kata yang seorang pula.
               "Tapi model pula saya lihat baju buka ditutupkan kelepaknya dan tidak mcmakai dasi," kata
               yang lain.
               "Sarungnya sarung Bugis," kata yang seorang.

               "Memang dia orang Mengkasar," kata Khadijah pula.
               "O, jadi bukan orang sini?" kata yang seorang.

               Tiba-tiba datanglah seorang opas mengusiri orang yang tegak di tepi pagar, karena tak boleh
               terlalu dekat. Zainuddin turut terusir dengan orang banyak...........

               Teman-temannya tertawa terbahak-bahak melihatkan kejadian itu, sedang keringat telah
               mengalir di dahi Hayati, mukanya merah dan ditekurkannya ke bumi.

               Orang banyak bersorak-sorak melihat kuda yang menang, anak-anak muda itu turut bersorak,
               hanya Hayati saja yang terdiarn.

               "Ai, mengapa mukamu merah Hayati?" tanya Khadijah. "Kepalaku sangat sakit," katanya, "lebih
               baik kita segera pulang."

               Tidak berapa saat mereka duduk dalam tribune itu mereka pun pulanglah .......
               Memang berbeda sekali perasaan jiwa laki-laki dengan perempuan, sebagaimana berlainnya-
               kejadian tubuh kasarnya. Laki-laki dan perempuan sama-sama mencukupkan kehidupan dengan
               per cintaan. Tetapi filsafat kedua belah pihak dalam perkara cinta, amat berbeda, laksana
               perbedaan siang dengan malam, tegasnya perbedaan Adam dengan Hawa.
               Laki-laki bilamana telah menentukan cintanya untuk seorang perempuan, maka perempuan itu
               mesti jadi haknya seorang, tak boleh orang lain hendak ikut berkongsi dengan dia. Jika
               perempu an itu cantik, maka kecantikannya biarlah diketaluii olehnya seorang. Jika suara
               perempuan itu nyaring, biarlah dia seorang yang mendengamya. Sebab itu, kalau ada orang lain
               yang hendak memuji kecintaannya, atau mengatakan suaranya nyaring, atau menyanjung budi
               baiknya, semua itu tidaklah diterima oleh laki-laki yang mencintainya tadi. Bertambah banyak
               orang memuji kecintaannya, bertambah timbullah cernburu dalam hatinya, sebab perempuan
               itu untuk dia, buat dia, tak boleh buat orang lain. Tetapi takdirnya ada orang yang mencela,
               mengatakan perempuan yang dicintainya itu buruk tidak serupa perempuan lain, kalau ada
               orang yang menunjukkan belas kasihan kepadanya, sebab dia telah memberikan cinta hati
               kepada seorang perempuan, yang kecantikannya tidak patut mendapat penghargaan setinggi
               itu, kalau ada orang mencatat, merendahkan, maka semuanya itu bagi laki-laki yang bercinta
               tadi, akan menambah patri cintanya dan menambah harga perempuan itu di matanya.
   49   50   51   52   53   54   55   56   57   58   59