Page 51 - Tenggelamnya Kapal
P. 51
Sekarang keramaian pacuan kuda yang akan berlangsung itulah yang menjadi pembicaraan di
dalam kampung, apalagi pacu kuda disamakan dengan pasar keramaian. Orang telah bersedia-
sedia pakaian yank baru, anak-anak muda menyediakan pakaian adat, perempuan-perempuan
menyediakan tikuluk punuk, atau pakaian biasa yang lazim di kampung. Akan hal Hayati sendiri,
karena perayaan itu terjadi hanya sekali setahun, bukan dia saja yang akan pergi, malah isi
kampung akan berduyun-duyun, [78] dia diberi izin oleh mamaknya tinggal di Padang Panjang
di rumah sahabatnya Khadijah itu, akan ditemani oleh Mak-tengahnya sendiri. Mak-tengah
Limah.
Alangkah besar hati Hayati beroleh izin itu. Karena bukanlah niatnya hendak melihat kuda
berlari, saja, tetapi dalam batinnya hendakbertemu dengan kekasihnya Zainuddin, sekurang-
kurangnya bertemu di jalan. Dan bagi Mak-tengah Limah yang mengetahui hal ini didiamkannya
saja. Karena biarlah gadis malang itu melepaskan hatinya agak sejenak, sebab pertemuan
mereka selamanya akan terhalang juga.
Dibuatnya sepucuk surat kepada Zainuddin.
Abangku Zainuddin
Lepas nafasku yang sesak nasanya, sebab saya telah diberi izin oleh rramak ke Padang Panjang,
bust lamanya 10 hari yaitu selanra pacuan kuda dan pasar keramaian. Saya akan tinggal di
rumah sahabatku Khadijah, seseorang sahabat yang setia. Alangkah beruntungnya kita, jika kita
dapat bertemu muka pada tiap-tiap hari pacuan dan keramaian, untuk mengobat hati kita dan
menghilangkan gundah yang bersarang. Agaknya hari Jum'at saya akan ke kota.
Hayati.
Pada hari Jum'at yang ditentukan itu, berangkatlah Hayati bersama Mak-tengahnya ke Padang
Panjang. Baru saja dia sampai, telah disambut oleh Khadijah dan ibunya bersama seorang
saudara nya laki-laki yang selama ini bekerja di Padang. Seorang anak laki-laki yang gagah dan
tangkas pula, yang perlop dari pekerjaannya buat beberapa hari lamanya. Aziz namanya.
Kedua bersahabat ini, Hayati dan Khadijah, amat berlain sekali pendidikan dan pergaulannya.
Yang seorang anak kampung, yang tinggal di dalam dusun dengan keadaan sederhana, hidup di
[79] dalam rumah yang dilingkungi adat dan berbentuk kuno. Kehidupan di kampung yang
aman itu menyebabkan jiwanya biasa dalam ketenteraman, berlain sekali dengan pembawaan
Khadijah dan lingkungan keluarganya. Khadijah orang kota, tinggal di rumah bentuk kota, kaum
kerabatnya pun telah dilingkungi oleh pergaulan dan hawa kota, saudara-saudaranya
bersekolah dalam sekolahsekolah menurut pendidikan zaman baru. Susunan perkakas yang ada
dalam rumahnya, tentu saja jauh lebih menarik dari pada keadaan di kampung.
Meski pun senantiasa Khadijah menunjukkan mukanya yang manis, kepada Hayati, namun
sehari dua itu, Hayati masih kaku, apalagi kalau bukan dengan saudara yang kandung, amat
berat rasanya berdekat-dekatan duduk dengan laki-laki lain, tetapi di rumah Khadijah, yang
bersaudara laki-laki itu, dan saudara laki-laki itu pun banyak pula mempunyai teman sahabat,
yang leluasa dalam rumah itu, semuanya menyebabkan Hayati lama sekali baru dapat
menyesuaikan diri dalam rumah tersebut. Dilihatnya pakaiannya, dilihatnya pakaian Khadijah,