Page 47 - Tenggelamnya Kapal
P. 47

nafas panjang dan mengeluh, sebab alam sekelilingku yang ramai bagi orang lain, sepi rasanyo
               bggi diriku. Sejak meninggalkan Batipuh, terasa benar olehku bahwu saya ini seorang dagang di
               sini, jauh dari kampung halaman, jauh dari tanah darah tertumpak Sedangkan di Batipuh saya
               tak diakui orang sama, kononlah di dalam kola begini, yang hidup manusia "siapa lu, siapa

               gua."
               Adinda Hayati! Petaruhmu seketika saya akan berangkat, masih kugenggam erat, masih
               kupegang teguh. Begini sulit, begini gelap dan samar haluan yang akan kuturut, namun saya
               tak pernah purus asa,sebab masih berdenging dalam telingaku rasanya petaruhmu, menyuruh
               berani, menyuruh tetap hati, keras kemauan dan sabar menempuh kesulitan hidup. Kalau bukan
               karena itu, telah putus asa saya menghadapi pahit hidup, mau agaknya saya menyesali nasib,
               tersesat kepada dosa yang maha benar, yakni mengupat Tuhan, menyalahi takdir.
               lanjimu, bahwa jasmani dan rohanimu, telah dipatrikan oleh kasih cinta dengan daku, adalah
               modalku yang paling mahaL Biarlah dunia ini karam, biarlah alam ini gelap, biarlah ... biarlah
               seluruh manusia melengongkan mukanya ke tempat lain bila bertemu dengan aku, biarlah
               segenap kebencian memenuhi hati insan terhadap kepada diriku, dan saya menjadi tumpahan
               kejemuan hati manusia, namun saya tak merasa berat menanggungkan itu sremuanya, sebab
               kau telah bersedia untukmu.

               Hayati! Kirimi saya surat banyak-banyak, terangkan kepadaku perkaraperkara, baik yang kecil
               atau yang benar, bujuk aku, sesali aku, marahi kalau kau pandang baik. Ketahudah bahwu
               dengan demikian, aku akan merasa keindahan dan kelazatan bercerai-cerai, ganti dari
               keindahan bertemu.
               Dan biarlah Tuhan Allah memberi perlindungan bagi kita semuanya.



                                                                                                   Zainuddin.


               Bersamaan dengan surat yang diterima Zainuddin itu, [72] Khadijah, sahabat Hayati, menerima
               surat pula, demikian bunyinya:



               Ija!
               Jangan kau bosan menerim suratku. Masih bertimpa-timpa saja kesedihan yang mendatangiku.
               Kepada siapakah akan kuadukan hatiku, kalau bukan kepadamu jua? Sebab aku tahu, aku insaf
               engkau seorang anak perempuan yang bermuka rung, yang beralam lebar, yang tak sudi
               membiarkan kesedihan berkuasa di hatimu. Alangkah jauhnya perbedaan hati kata Ada yang
               akan kuterangkan kepadamu. Zainuddin, anak muda yang telah berapa kali kuterangkan
               kepadamu itu, telah tidak ada di Batipuh lagi, telah pergi. Perginya seakan-akan kena usir.
               Semua orang membenci dia, orang yang tak tentu asal, hendak mengacau dalam kampung
               orang beradat, demikian tuduhan mereka kepadanya. Tahukah engkau kemana dia pergi? Tak
               jauh...... Dia di sini, didekatmu di Padang Panjang!
               Meski pun dalam surat-suratmu, kerap kali engkau mentertawakan saya, mengatakan bahwa
               kecintaan saya kepadanya hanyalah karena digila bayang-bayang, angan-angan yang mula-
               mula timbul dalam hati seorang anak gadis yang berangkat besar; percayalah sahabatku,
               bahwa Zainuddin orang baik, lurus, pendiam, penyantun dan amat pantas dikasihani. Engkau
               tak menghargakan dia, sebab engkau belum berkenalan dengan dia.
   42   43   44   45   46   47   48   49   50   51   52