Page 50 - Tenggelamnya Kapal
P. 50
10. PACU KUDA DAN PASAR MALAM
HAYATI sedang menggarakan padi di halaman, duduk di atas kursi yang telah tua di bawah
lumbungnya "sitinjau laut," sebuah panggalan talang masak terpegang di tangannya. Tiba-tiba
datang lah seorang anak kecil, yang tadi kembali dari Kubu Kerambil membawa surat dari
Padang Panjang.
Berdebar hati Hayati menerima surat itu, tetapi kuranglah debarnya setelah dilihatnya bahwa
alamat surat itu dari tulisan perempuan. Ia kenal tulisan itu, tulisan Khadijah sahabatnya.
Dia naik ke atas rumah, terus sekali naik anjung, di sanalah dibukanya sampul surat itu,
Demikian bunyinya:
Sahabatku Hayati!
Suratmu yang terkirim 2 Jum'at yang lalu telah mafhum saya isinya Engkau mengatakan ingin
sekali hendak bertemu dengan daku, hendak ziarah ke Padang Panjang, tetapi waktu yang
terluang belum ada, halangan amat banyak dari mamakmu.
Saya tahu itu, engkau ingin hendak ke Padang Panjang, menjejak tepi Guguk Malintang saja
pun jadilah, engkau hendak mengisap udara di negeri tempat tinggal kekasihmu Zainuddin.
Sayang, saya belum berkenalan dengan dia dan belum tahu bagaimana rupanya Bagairmnakah
agaknya bentuk anak muda yang telah beruntung beroleh hatimu, berokh jiwumu, yang telah
beruntung engkau ratapi, engkau puji dan engkau junjung dalam suratmu itu? Siapakah dia,
bagaimanakah agaknya rupanya, orang yang engkau izinkan mencintai Hayati, bunga melur
sunting Batipuh; limpapas rumah nan gedang itu? [77]
Hayati! Tentu orang yang sebagai Egkau ini banyak memperhatikan perjalanan tanggal bulan
muda dan bulan tua. Tentu engkau ingat, bahwa bulan di muka telah masuk bulan Juni.
Sudahkah direkatkan orang di stasiun Kubu Kerambil, atau di lepau di lubuk Bauk, programa
pacuan kuda dan pasar keramaian.
Alangkah ramainya pacuan dan keramaian kelak engkau boleh datang ke Padang Panjang,
tinggal di rumahku seminggu lamanya, lepaskan teragak hatimu, kecap udara pagi yang dibawa
angin dari puncak Singlalang, Merapt dan Tandikat. Bila hari panas kita pergi mandi-mandl ke
Lubuk Mata Kucing. Tentu ayah dan bundaku - karena kami di kota bukan di bawah pengaruh
mamak - akan memberi izin apalagi saudaraku Aziz yang bekerja di Padang dapat pula perlop
14 hari. Dialah jadi teman kita kelak.
Minta izinlah kepada mamakmu, datanglah ke Padang Panjang kamarku sendiri akan kuhiasi,
ditentang pintu akan kutanamkan bunga keranyam, bunga yang sangat engkau sukai, yang
rupanya kesat dan hanya daunnya saja yang harum, tidak pernah berbunga selama hidupnya
tetapi selalu kulihat engkau siramdipot bungamu di Batipuh.
Kepada Mak-tengah Limah, sampaikanlah salamku.
Khadijah.