Page 55 - Tenggelamnya Kapal
P. 55

Tetapi cinta perempuan kepada laki-laki sebaliknya dari itu. iaki-laki pada pemandangan
               perempuan adalah laksana dukuh [85] emas yang tergelung dilehernya, atau gelang bertatah
               berlian yang melilit tangannya, perhiasan yang akan dibanggakannya kepada kawan sesama
               gedangnya. Seburuk-buruk kecintaannya akan lupa dia keburukan itu, kalau laki-laki lain atau
               perempuan lain memujinya dekat dia, mengatakan dia seorang laki-laki yang tangkas berbudi,
               temama, termasyhur dan lain-lain sebagainya.
               Maka nyatalah bahwa cinta perempuan kepada laki-laki lebih banyak berdasarkan ketakburan
               dari pada kenafsuan. Pengakuan orang lain atas kemuliaan kecantikannya atau tunangannya
               atau suaminya, bagi seorang perempuan adalah sebagai satu kemenangan di dalam
               perjuangan.

               Oleh sebab yang demikian, tidaklah patut kita heran, jika Hayati termenung, mukanya tertekur,
               kepalanya berasa sakit, melihat kecintaannya tidak segagah orang lain, tidak sepandai orang
               lain memakai pakaian, seakan-akan orang yang tersisih. Selama ini, tidak ada dunia bagi Hayati
               lain dari Zainuddin, belum ada keindahan alam yang dipandangnya selain Zainuddin. Kegagahan
               laki-laki adalah perbuatan Tuhan, Zainuddinlahpatrinya. Kalau hendak mencari seorang pemuda
               yang lurus dan yang baik hati, itulah Zainuddin. Orang cela manusia yang paling dicintainya,
               karena mereka tiada kenal siapa dia. Dia mengeluh dan berkata seorang dirinya: "Mereka tiada
               kenal bagaimana kemuliaan batin Zainuddin, mereka tak tahu bahwa di balik pakaian yang
               kurang sempuma itu tersimpan hati yang baik.
               Mereka cela dia, sebab mereka tiada kenal siapa dia. Kalau mereka tahu siapa dia, tentu akan
               mereka hormati, sebab di sanalah tersimpan satu hati yang bersih dan jiwa yang besar."
               Termenung dia seorang diri dalam kamarnya, teringat akan mimpi dan angan-angan Zainuddin
               terhadap dirinya, teringat dia bahwa anak muda yang melarat itu tak berhenti dirundung
               malang.
               Dahulu, dia sangat betas kasihan melihat nasib Zainuddin, [86] dari belas kasihan mendakilah
               dia kepadacinta. Maka pada ketika itu, belas kasihan itu timbullah pala. kembali, sambil menarik
               nafas yang panjang dan dalam, dia berkata: "Kasihan nasibmu Zainuddin."

               Dari lurah belas kasihan mendaki ke puncak bukit cinta, sekarang telah menurun kembali
               kepada lurah kasihan. Dan cinta bilamana telah menurun kepada belas kasihan, tandanya lama-
               kelamaan dia akan berangsur turun.



               Adikku Hayati
               Setelah sekian lamanya kita bercerai-cerai, masih saja teringat olehku seketika kau melepasku
               pergi, di penajunan, di batas antara negeri Batipuh dengan Ekor Lubuk, di antara sawah rang
               berjenjang, ketika matahari mulai naik. Masih terbayang muramnya muka kau, bagaimana
               teguhnya sikap kau melepasku. Masih teringat, dan amat jelas, laksana detik suara jam yang
               didengarkan oleh seorang yang matanya tak mau tidur tengah malam, bagaimana kau
               menyuruhku sabar, menyuruh saya teguh menempuh bahaya hidup. Jika saya ingot semuanya
               itu, saya bacai pula surat-surat kita, maka tidaklah sepi rasanya diri saya bercerai-cerai dan
               berjauhan tempat tinggal dengan kau .........
               Pergaulan kota telah mulai menjalar ke kampung-kampung, kedamaian dan kerukunan hidup
               dalam kampung telah mulai diusik oleh nafsi-nafsi orang kota. Banyak orang tua-tua yang
               mengeluh dan merasa takut, kalau kalau ketenteraman perentpuan dalant adatnya dan
               kedantaian pentuda dalam sopannya okan terganggu oleh gelora zaman baru. Tetapi berlain
   50   51   52   53   54   55   56   57   58   59   60