Page 53 - Tenggelamnya Kapal
P. 53

baginya. Yang rumit pula, seketika dia meminta pikiran kepada Mak-tengahnya, dia hanya
               menyerahkan kepadanya saja, tak menyuruh tak melarang. Mula-mula keluar dari rumah itu,
               badannya bagai bayangbayang. Aziz yang menemaninya tersenyum simpul saja melihatkan.
               Tetapi kian selangkah kian hilanglah malunya memakai pakaian yang belum biasa itu. Lama-
               lama perasaan itu hilang juga. Sebab di jalan telah dilihatnya, bukan dia saja berpakaian
               demikian.
               Demi ketika akan masuk ke pacuan, malunya telah hilang dan telah lupa, sebab telah karam
               dalam sorak-sorai orang banyak.
               Bukan main ramainya orang sekeliling gelanggang itu, laki-laki dan perempuan. Apakah yang
               menarik hati orang kepada kuda berlari? Bukan orang hendak melihat kuda, tetapi manusia
               hendak menonton manusia jua.
               Tribune sudah hampir penuh, di sanalah orang yang mampu duduk bertaruh kuda,
               mempermainkan wang. Penghulu-penghulu kepala, di sanalah kerapkali menekorkan kas negeri,
               karena malu kalau tak ikut bertaruh atau tidak ikut menuangkan berendy. Tiba-tiba berbunyilah
               lagu "Wilheimus," orang berdiri dari tempat duduk masing-masing, tuan Asisten-Residen
               datang. Pacuan akan dimulai. [82]
               Dari jauh, di antara manusia yang telah datang berduyun-duyun menuju tepi pagar pacuan,
               kelihatan seorang anak muda berjalan dengan gontai dan tenangnya. Mukanya muram, rambut
               nya telah panjang, rupanya kurang disisir meskipun bajunya bersih, tetapi tidak memakai dasi.
               Bersarung, padahal orang muda yang lain berpentalon.
               Dia pergi ke dekat pagar akan ke tribune, rupanya seakan-akan ada orang yang ditunggu-
               tunggunya. Tiba-tiba datanglah serombongan anak muda laki-laki dan perempuan akan masuk
               ke tribune itu, berjalan sambil tertawa riang. Di antara orang sebanyak itu ada seorang anak
               perempuan, yang dilihat oleh anak muda itu dengan mata tenang tak terpejam sedikit juga.
               Dilihatnya, hampir dia tak percaya kepada dirinya. Di muka pintu itu benar bertemulah kedua
               orang muda itu, yang perempuan terkejut dan terpaku tegak, dialah Hayati. Yang laki-laki
               tergugup dan sangat terbingung, itulah Zainuddin.

               "Kau........... Hayati?"
               "Zai..........nuddin ......"

               Tertegun langkah Hayati, sehingga langkah kawan-kawannya, yaitu Khadijah dan 3 orang gadis-
               gadis muda yang lain itu tertegun pula. Apalagi Aziz dan teman-temannya.

               "Mengapa terhenti Hayati?" tanya Khadijah, sainbil melihat tenangtenang kepada Zainuddin
               dengan penglihatan menghina. "Kenapa tertegun? Dan siapakah ini?" tanya Khadijah sekali lagi.

               "Inilah sahabatku, Zainuddin!"
               "Oooo....ini orang yang kerap kali engkau sebut-sebut itu rupanya."
               Ditariknya tangan Hayati ke dalam, disendengnya Aziz dengan sudut matanya, sambil
               tersenyum. Aziz pun tersenyum, kawan-kawannya yang lain tersenyum pula. Mereka terus ke
               dalam tribune. Zainuddin tinggal berdiri seorang dirinya. Jelas terdengar dan nampak nyata
               blehnya anak-anak muda itu setelah jauh dari dia, tertawa terbahak-bahak, hanya Hayati
               seorang yang berjalan menekurkan muka sehingga lantaran kebingungan hampir terlepas [83]
               tas yang dipegangnya dari tangannya.
   48   49   50   51   52   53   54   55   56   57   58