Page 48 - Tenggelamnya Kapal
P. 48
Sangat ingin hatiku hendak ziarah kepadamu, hendak menjejak kota Padang Panjang. Tetapi
engkau sendiri telah tahu, bahwa sekolahku telah "tammat," mengajiku telah "khatam,"
"diplomanya" kudapat bukan dari guru, melainkan dari mamakku. Kalau tak ada keperluan
penting, saya tak boleh lagi ke mari.
Tetapi saya sabar, saya masih menunggu dengan penuh kepercayaan, bah wa pada suatu kali
kelak, saya akan menjejak rumahmu juga.
Moga-moga engkau beruntung dalam hidupmu, sahabatku!
Hayati.
Padang Panjang ...........
Sebelum terjadi pemindahan pasar dari Pasar Usang ke Pasar Baru, adalah kota tersebut
menjadi pusat pemiagaan yang terbesar [73] di bawah Padang, sebagai kota Bukittinggi pada
hari ini. Sampai terjadi peperangan dunia 1914-1918 yang hebat itu, kota Padang Panjang
masih memegang kejayaan dalarn urusan perdagangan. Pada masa itu masih dapat dilihat toko-
toko yang besar, kedai kain yang permai, berleret sepanjang Pasar di Atas dan Pasar di Bawah,
dekat jalan ke mesjid Raya menuju Lubuk Mata Kucing. Di sanalah saudagar-saudagar yang
temama berjuang hidup memperhatikan jalan wang dan turun-naiknya koers Wang.
Saudagarsaudagar yang temama, sebagai H. A. Majid, H. Mahmud, Bagindo Besar, H. Yunus,
adalah memegang tampuk negeri tersebut, sekian ramanya.
Krisis perniagaan yang terjadi sehabis perang dunia telah menyebabkan kota itu lengang,
saudagar-saudagar yang masyhur dan temama telah banyak yang meninggal dunia, yang
muda-muda banyak yang jatuh, sehingga dalam setahun dua saja, lenganglah negeri itu.
Saudagar-saudagar telah pindah ke Padang, Bukittinggi dan ada yang menyeberang ke negeri
lain. Maka rumah-rumah besar, toko-toko yang indah dan kedai-kedai kain yang dahulunya
dipenuhi oleh kain beraneka wama, kosonglah. Negeri Padang Panjang sepi jadinya, bagai
negeri dialahkan garuda.
Tetapi kesepian itu tidak dibiarkan lama oleh keadaan. Karena dalam tahun 1916 tuan
Zainuddin Labay mendirikan sekolah Diniyah, satu sekolah agama yang mula-mula di Sumatera
Barat, timbalan dari sekolah Adahiyah di Padang. Dalam tahun 1918 didirikan orang Sumatera
Thawalib yaitu murid-murid dati tuan guru Haji Rasul yang dahulunya belajar secara pondok,
model yang lama, telah diobah aturan pelajarannya dengan aturan sekolah pula, dengan
kebijaksanaan seorang guru muda, bemama Hasyim dari Tiku. Pada masa itu pula, Gubernemen
mendirikan Sekolah Normaal di Padang Panjang.
Maka lantaran itu ramailah Padang Panjang kembali, bukan ramai oleh perniagaan, tetapi ramai
oleh murid-murid mengaji, murid sekolah, murid sekolah Normaal yang datang dari seluruh
Sumatera. Sekolah Normaal tidak begitu kelihatan ramainya, karena [74] keluarnya hanya sekali
seminggu. Tetapi murid-murid sekolah agama itu telah memenuhi rumah-rumah yang kosong
tadi, sebab tidak termuat lagi di surau Jambatan besi, meskipun telah diperbesar.
Dalam tahun 1923 bergoncang pergaulan murid-murid sekolah-sekolah agama itu lantaran salah
seorang di antara guru-guru yang begitu banyak, pulang dari perlawatannya ke tanah Jawa
telah membawa faham "Merah" (Komunis), sehingga sebagian besar murid-murid kemasukan