Page 49 - Tenggelamnya Kapal
P. 49
faham itu. Dan lakon kota Padang Panjang yang lama telah dihabisi oleh gempa bumi-yang
dahsyat pada 28 Juni 1926.
Kota itu adalah kota kemajuan. Murid-murid sekolah agama yang belajar di sana, telah merobah
bentuk "orang siak" atau santeri pelutuk, yang tersisih dari masyarakat lantaran hanya
mengetahui kitab-kitab bahasa Arab, dengan kepala dicukur, kain pelekat kasar dan baju
gunting Cina. Semuanya telah ditukar dengan model yang baru, murid-murid telah boleh
berdasi, boleh berpakaian cara Barat, karena agama bukan pakaian, tetapi sanggup bertempur,
berjuang di dalam menjalankan agama. Dalam pada itu, oleh guru-guru diizinkan pula murid-
murid mempelajari musik, mempelajah bahasa asing, sebagai Belanda dan Inggeris.
Sekali dalam setahun, di Padang Panjang diadakan pacuan Kuda dan Pasar Malam, bernama
keramaian adat negeri. Adat ini dilakukan di tiap-tiap kota yang terbesar di Sumatera Barat,
sebagai Batu Sangkar, Payakumbuh, Bukittinggi dan Padang. Maka keluarlah bermacam-macam
pakaian adat lama, berdestar hitam, bersisit keris, menyandang kain sumbiri, sejak dari yang
muda, sampai kepada penghulu-penghulu. Kaum perempuan dari kampung-kampung memakai
tikuluk pucuk.
Pendeknya bertemulah di kota tersebut tiga perjuangan bentuk masyarakat. Bentuk adat lama
yang dipertahankan oleh penduduk kampung, bentuk pakaian secara orang agama yang
modern di dalam kota, dan bentuk "angku-angku," yang pada masa sekarang [75] ini biasa
disebut "intelektuil," meskipun kadang-kadang sebutan itu tak mengenai kepada artinya yang
sebenamya.
Di kota itulah Zainuddin belajar agama. Dalam mempelajari agama diambilnya juga pelajaran
bahasa Inggeris, dan memperdalam bahasa Belanda. Malam dia pergi kepada seorang sersan
pensiun di Guguk Malintang mempelajari permainan biola. Kadangkadang diikutinya pula sersan
itu bermain di medan yang ramairamai. Karena menurut keyakinannya adalah musik itu
menghaluskan perasaan. Di Padang Panjang itu baru dapat Zainuddin menyampaikan cita-
citanya seketika dia berniat hendak meninggalkan Mengkasar dahulu.