Page 46 - Tenggelamnya Kapal
P. 46
sanggup sabar menahan hati berpisah dengan engkau. Tetapi setelah wajahmu yang muram
itu, mata yang selalu membayangkan kedukaan, perkataan yang selalu menimbulkan kesedihan,
setelah semuanya hilang dari mataku barulah saya insaf bahwa saya ini seorang gadis yang
lemah hati yang tak kuat, tak sanggup menanggung kedukaan dan kewdihan kbih dari pada
mestinya.
Saya nasehatkan supaya engkau berangkat, ialah karena perintah pertimbangan akal,
memikirkan akibat dan ancaman. Tetapi setelah engkau [70] pergi, perasaan hati yang tadinya
dikalahkan oleh pertimbangan telah memberontak kembali, wajahmu, mukamu, matamu,
semuanya kembali terbayang.
Payah saya menahan air mataku seketika melepasmu pergi. Takut saya akan menangis supaya
engkau jangan terlalu bersedih, sebab sudah amat cukuplah penghinaan yang engkau
tanggungkan dari pada mamakku. Dan seketika air mata tak tertahan lagi, itulah sebab saya
berpaling pulang dan tidak saya lihatkan engkau sampai sehilang-hilangnya dari mataku.
Sekarang, air mata yang tertahan itu, telah melimpah, bergelora menyebabkan kurus badanku.
Alangkah pahitnya perpisahan, alangkah sukarnya menghadapi semua soal ini. Sehari setelah
engkau pergi, saya pergi dengan mak-tengahku ke sawah hendak melihat lada yang baru
ditanam, sawah tempat kita bertemu tempo hari. Saya cari engkau di sana, engkau tak ada.
Saya naik ke dangau tempat kita berhenti, tempat mula-mula engkau mengetahui rahasia
hatiku, di situ pun engkau tak ada, engkau sudah jauh, engkau tak akan datang lagi. Oh, itu
dangau, dia seakan-akan berkata, bangku yang kita duduki seakan-akan berberita. Seketika
akan saya seberangi bandar tempat engkau jatuh, bandar itu masih tetap sebagai sediakala,
tetapi engkau sudah pergi. Di situlah saya insaf, bahwa hari yang telah lalu itu memang telah
lalu, hari yang dahulu memang telah pergi, mengulang jejak yang lama sudah sukar, yang
tinggal hanyalah peringatannya saia. Di sanalah, kekasihku, di waktu itulali air mataku tak
tertahan lagi, sehingga mak-tengah yang selama ini belum kenal benar akan rahasiaku, telah
mendapat rahasia itu semuanya, dan telah turut menangis lantaran tangisku. Tangis orang lain
itulah yang sedikit dapat meringankan tanggungan hatiku.
Sekarang dalam kesedihanku telah ada saya berkawan, duduk perkara yang sebenarnya telah
kunyatakan kepada mak-tengahku, mak-tengah Limah. Tapi dia pun hanya seorang perempuan,
pertolongannya hanyalah sekadar menangis pula
Setelah sampai di rumah, saya perbuat surat ini kepadama
Kakandaku Zainuddin, bilakah kita akan bertemu pula dengan leluasa, bilakah itu hari yang
beruntung, hari yang berlalu sebagai mimpi, akan datang kepada kita kembali.
Hayati.
Hari Jum'at di mukanya, surat itu telah dibalas oleh Zainuddin, demikian bunyinya: [71]
Adinda Hayati!
Nasib adinda adalah lebih beruntung dari pada nasibku; adinda masih dapat melihat dangau
tempat kata bertemu, sawah tempat kita bermain, halaman luas tempat adinda menlemurkan
padi, ketika dagang melarat ini dapat melihatmu duduk termenung menggoyang-goyang
panggalan dari talang masak; semuanya dapat kau lihat. Sedang saya sendiri, dari jauh menarik