Page 56 - Tenggelamnya Kapal
P. 56
saya dengan mereka itu selama ini terhadap dirimu. Saya percaya bahwu engkau tak akan
terpengaruh oleh segala keadaan yang baru, tetapi akan tenteram dalam lingkungan adinda
tinggal, kenal dalam kalangan keluarga siapa adinda dilahirkan, kenal pula didikan agama yang
adinda terima, kenal pula bagaimana kerasnya engku Dt......... menjaga anak kemenakannya.
Maafkan saya Hayati, jika saya berbicara terus terang, supaya jangan hatiku menaruh dosa
walaupun sebesar zarrah terhadap kepadamu. Cinta yang sejati, adikku, tidaklah bersifat
munafik, pepat di luar pancung di dalam [87].
Akan saya katakan perasaan hati terus terang, walau pun lantaran itu saya akan kau bunuh
misalnya, bahagialah saya lantaran tanganmu.
Hayati! .......... Apa yang saya lihat kemaren? Mengapa telah berobah pakaianmu, telah berobah
gayamu? Mana baju kurungmu.? Bukankah adinda orang dusun! Saya bukan mencela bentuk
pakaian orang kini, yang saya cela ialah cara yang telah berlebih-lebihan, dibungkus perbuatan
"terlalu" dengan nama "mode': Kemaren, adinda pakai baju yang sejarang-jarangnya, hampir
separoh dada adinda kelihatan, sempit pula gunting lengannya, dan pakaian itu yang dibawa ke
tengah-tengah ramai.
Kakanda percaya, bahwa yang demikian bukan kehendak Hayati yang sejati, Hayati hanya
terturut kepada kehendak perempuan zaman kini. Mereka katakan itulah kemajuan, padahal
kemajuan jauh dari itu. Apakah tujuan kemajuan itu kepada perobahan pakaian sampai begitu,
Hayati?
Hayati, kehidupanku! Pakailah pakaianmu yang asli kembali, lekatkan pakaian dusunmu.
Maaflah Hayati, bahwa Hayati sangat cantik, dan kecantikannya itu bukannya dibantu pakaian,
tetapi ciptaan sejak dia dilahirkan.
Jangan marah Hayati. Kau hanya buat saya seorang, bukan buat orang lain. Biarlah orang lain
mengatakan kau perempuan dusun, tak kenal kemajuan pakaian zaman kini, kau Hayati ..........
kau hanya untukku seorang.
Zainuddin.
Sedang dia asyik membaca surat itu, tiba-tiba pintu kamarnya terbuka, masuklah Khadijah.
Hayati mencoba hendak menyembunyikan surat itu ke bawah bantalnya, tetapi direbut segera
oleh Khadijah dan dibacanya. Sehabis dibacanya, mukanya merah padam, bibirnya dicibirkan.
"Cis, alim betul orang yang engkau cintai ini. Maunya rupanya supaya kau coreng mukamu
dengan arang, pakai pakaian orang dusun Batipuh semasa 30 tahun yang lalu, alihkan
pertautan sarungmu ke belakang, tindik telingamu luas-luas, masukkan daun tebu yang
digulung, supaya bertambah besar dan luasnya, makan sirih biar gigimu hitam, berjalan dengan
kaki terangkat-angkat, junjung niru dan tampian. Di mana duduk puji dan sanjung dia, katakan
dia seorang laki-laki yang jempol. Alangkah beruntungnya engkau jika bersuami dia kelak.
Engkau akan dikurung dalam rumah, menurut adat orang Arab, tak boleh kena cahaya
matahari, turun sekali sejum'at. Dan bila engkau berjalan beriring-iringan dengan dia, tak boleh
laki-laki lain menentang mukamu, tutup muka dengan selendang, sebagai kuda bendi dengan
tutup matanya. Kalau dia hendak pergi ke mana-mana, kunci rumah dibawanya, engkau hanya
didapur saja."