Page 61 - Tenggelamnya Kapal
P. 61
"Barang kali telah ada tunangannya!"
"Ah, tunangan, dia belum ada tunangan. Semasa di kampung dia bercinta-cintaan dengan orang
Mengkasar.
"Anak mengaji" yang tak tentu hilir mudiknya itu, kabarnya anak orang terbuang, mana boleh
jadi jodohnya."
"Zainuddin tempo hari?"
"Itulah!"
Lama-lama pembicaraan itu telah hampir akur, Aziz amat tertarik dengan kecantikan Hayati. Dia
sekarang hendak melepaskan pendapat yanglama, hidup membujang, dia hendak mengarnbil
Hayati menjadi isterinya. Tetapi tidaklah sampai pertirnbangannya, apakah- Hayati hendak jadi
isteri yang akan dibawa bersama-sama sehidup semati, isteri kawan bertempur menghadapi
kesulitan hayat, sebagaimana dipikirkan orang selama ini, tidak sampai ke [96] sana
pertimbangannya. Pertimbangannya ialah Hayati gadis cantik, orang kampung pingitan, dia
mesti mendapat Hayati. Tak dapat dengan jalan yang biasa dikerjakannya, yaitu haram, dengan
jalan halal baik juga. Dia sekarang ada pekerjaan, simpanan ibunya pun cukup, harta banyak.
Siapa orang tak akan suka dengan dia.
Setelah cukup perlopnya 14 hari, dia pun kembali ke Padang. Dia berjanji hendak hidup jujur,
melemparkan perangainya yang lama, supaya kalau-kalau dia meminta Hayati, akan diberikan
oleh karabatnya dengan tidak banyak berpikir.
Terlalu banyak was-was yang menimpa Zainuddin sejak surat itu dimasukkannya ke pos. Dia
merasa takut, kalau-kalau suratnya yang bersifat terus terang itu akan menggoncangkan hati
Ha yati. Apalagi setelah ditunggu-tunggu balasannya tak datang. Dan kemudian sekali, dilihat-
lihatnya Hayati tak ada lagi di Padang Panjang. Timbullah kedukaannya, kalau-kalau suratnya
itu menimbulkan marsh Hayati kepadanya, sehingga dikirimnyalah surat teralamat ke Batipuh,
meminta maaf dan keridaan, jika kata yang dahulu telah terlanjur.
Terobatlah hati itu kembali seketika ia mendapat balasan dari Hayati, mengatakan suratnya
yang dahulu tidak menerbitkan salah terimanya sedikit juga, dan masih mengharap-hartp surat
dari padanya, masih ingin hendak bertemu. Cuma seketika akan berangkat pulang kembali
belurn sempat memberi tahu, karena sangat sesaknya pekerjaan, sehingga tak sempat
membuat surat dengan tenang dan tenteram.
Ketika membaca surat itu, telah ada perasaan yang halus dalam jantung Zainuddin,
mengatakan bahwa surat itu sudah agak kdrang berisi dari yang dahulu. Tetapi perasaan yang
demikian tak sanggup tumbuh dengan subur, karena dari dalampun datang pula suara
mengatakan: "Manakah akan bisa jadi, seorang anak [97] perempuan yang sebaik hati itu, yang
telah bersumpah setia, akan undur dari janjinya! hanya-dalam beberapa hari saja."
Begitulah keadaan Zainuddin. Yang hidup laksana layanglayang yang tak dapat angin, tak tentu
turun naiknya, selalu gundah gulana disebabkan oleh pukulan cinta.
Bukan Hayati telah melupakan Zainuddin, belum pula dia. cinta kepada Aziz dengan arti cinta
yang ada kepada Zainuddin. Tapi yang dapat dilihat, sejak menjejak Padang Panjang, perasaan
Hayati yang dahulu, sudah berangsur hilang. Dia sudah tahu bagaimana kekurangan hidup di
kampung dan bagaimana kemewahan di kota. Sudah mulai masuk ke dalam hatinya perasaan
gembira, telah sempit rasanya dipakainya guntingan pakaian cara kampung, telah lebih senang
dia melihat sorak-sorai orang di kota. Pengajaran yang diberikan oleh Khadijah meskipun pada