Page 154 - 16Feb18-BG Kristen kelas IX.indd
P. 154

Kebiasaan-kebiasaan apakah yang ada di dalam gereja? Apa yang ada di gereja kita
              tidak selamanya demikian. Di sini kita membahas beberapa hal yang sudah dianggap
              ”sudah seharusnya demikian” atau ”sejak dahulu memang begitu,” sementara pada
              kenyataannya tradisi seperti itu tidak dimaksudkan demikian.  Ada kalanya pula
              sebuah tradisi muncul dari kebiasaan setempat yang kemudian dijadikan aturan yang
              bersifat umum.

              1. Kepemimpinan perempuan
                 Ada sejumlah gereja yang menolak kepemimpinan perempuan atau penahbisan
              perempuan. Hanya laki-laki yang boleh ditahbiskan menjadi pendeta, sementara
              perempuan dianggap tidak layak atau tidak cocok menjadi pendeta. Urusan perempuan
              hanya di dalam rumah tangga saja. Urusan di luar rumah tangga dan kehidupan
              keluarga menjadi urusan laki-laki. Padahal, seperti yang sudah kita bahas dalam Bab
              1, gereja perdana adalah gereja yang terbuka, gereja yang merangkul semua pihak
              yang tersingkirkan. Gereja ternyata adalah sebuah komunitas yang revolusioner dan
              mengakui kepemimpinan perempuan di gereja.
                 Baru-baru ini, Gereja Anglikan di Inggris mengambil keputusan untuk memboleh-
              kan perempuan menjadi uskup mereka. Namun gereja-gereja yang menolaknya,
              mencoba mencari alasan teologisnya. Misalnya, bukankah Yesus hanya memanggil
              laki-laki sebagai murid-murid-Nya?  Alasan lainnya, sebagai pemimpin ibadah,
              pendeta berdiri sebagai wakil Yesus. Oleh karena Yesus laki-laki, maka hanya laki-
              laki sajalah yang paling tepat berdiri sebagai wakil Yesus di dalam kebaktian. Pdt.
              Christian Ebisike, uskup Anglikan di Ebonyi, Nigeria, menyatakan bahwa keputusan
              Pdt. Justin Welby, Uskup Agung Canterbury, pemimpin Gereja Anglikan se-Dunia
              yang mengizinkan perempuan menjadi uskup, adalah sebuah ”penyimpangan atas
              ajaran-ajaran Alkitab. Alkitab dan sejarah gereja menunjukkan bahwa perempuan
              tidak pernah menjadi rasul, penginjil, ataupun guru di kalangan gereja perdana.”
                    Ada lagi yang mengutip kata-kata Paulus dalam 1 Korintus 14: 34–35:
                    34  Sama seperti dalam semua Jemaat orang-orang kudus, perempuan-
                    perempuan harus berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan Jemaat. Sebab
                    mereka tidak diperbolehkan untuk berbicara. Mereka harus menundukkan
                    diri, seperti yang dikatakan juga oleh hukum Taurat.   Jika mereka ingin
                                                                      35
                    mengetahui sesuatu, baiklah mereka menanyakannya kepada suaminya di
                    rumah. Sebab tidak sopan bagi perempuan untuk berbicara dalam pertemuan
                    Jemaat.
                 Ayat lain yang juga sering digunakan untuk menolak perempuan menjadi pendeta
              adalah 1 Timotius 2: 11–12: ”Seharusnyalah perempuan berdiam diri dan menerima
              ajaran dengan patuh. Aku tidak mengizinkan perempuan mengajar dan juga tidak
              mengizinkannya memerintah laki-laki; hendaklah ia berdiam diri.”




                   Kelas IX SMP
             146
   149   150   151   152   153   154   155   156   157   158   159