Page 155 - 16Feb18-BG Kristen kelas IX.indd
P. 155

Kalau benar Paulus melarang perempuan berbicara dalam kebaktian, mengapa
                 dalam 1 Korintus. 11: 5 ia justru menyebut-nyebut tentang perempuan yang berdoa
                 dan bernubuat di tengah kebaktian? Oleh karena itu, tampaknya ayat-ayat di Surat
                 1 Korintus. dan 1 Timotius ini ini berkaitan dengan masalah yang dihadapi jemaat-
                 jemaat setempat. Perempuan-perempuan di jemaat Korintus tampaknya kurang
                 berpendidikan sehingga mereka sering bertanya-tanya apa yang dimaksudkan oleh
                 si pengkhotbah. Akibatnya, suasana kebaktian terganggu. Oleh karena itulah Paulus
                 kemudian melarang mereka berbicara di tengah-tengah kebaktian dan baru bertanya
                 kepada suami mereka apabila sudah pulang ke rumah saja.
                    Dalam 1  Timotius 2: 11–12, masalahnya adalah bagaimana memahami kata
                 authentein (bhs.  Yunani = ”memerintah”). Di sini tampaknya terjadi kesulitan
                 untuk menerjemahkan kata authentein yang sangat jarang digunakan. Paulus tidak
                 menggunakan kata exousia (= ”kuasa”) yang bersifat positif. Kata authentein di sini
                 bersifat negatif, sebab kata ini mengandung makna ”perebutan” atau ”perampasan”
                 kekuasaan. Dengan demikian larangan Paulus dimaksudkan untuk mencegah
                 perempuan menyalahgunakan kekuasaan di dalam kepemimpinan gereja, bukan di
                 dalam pengajaran dan pemberitaan seperti dalam mandat yang diberikan kepada
                 seorang pendeta atau pengkhotbah.
                    Kita dapat melihat bagaimana sebuah tradisi yang keliru dapat berkembang
                 dan dilanjutkan begitu saja tanpa pemahaman yang kritis terhadap masalahnya dan
                 terhadap teks Alkitab.

                 2. Peribadahan
                    Masalah lain yang berkaitan dengan tradisi adalah penggunaan alat-alat musik
                 dalam kebaktian. Alat musik apakah yang layak dan tidak layak dipergunakan? Dari
                 warisan tradisi kebaktian yang diturunkan oleh para misionaris Belanda, banyak
                 gereja di Indonesia hanya menggunakan piano dan organ untuk mengiringi nyanyian
                 jemaat. Alat-alat musik yang lain dianggap tabu. Misalnya, gitar dianggap tidak
                 layak dipergunakan dalam kebaktian. Begitu pula alat-alat musik tradisional seperti
                 gamelan atau gondang Batak tidak boleh dimainkan dalam kebaktian-kebaktian di
                 gereja karena dianggap sebagai musik orang kafi r. Akan tetapi, sekarang pandangan
                 itu sudah berubah. Oleh karena itu, sekarang kita melihat banyak sekali gereja yang
                 mengembangkan musik kreatif dengan alat-alat musik yang diangkat dari tradisi
                 setempat. Semua ini membuat ibadah menjadi semakin kaya. Orang dapat merasakan
                 bagaimana menyembah Tuhan dengan musik setempat dengan alat-alat musik yang
                 akrab di telinga mereka selama ini. Hal ini sejiwa dengan apa yang dikatakan dalam
                 Mazmur 150:  1–6.








                                                 Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti
                                                                                        147
   150   151   152   153   154   155   156   157   158   159   160