Page 211 - kebudayaan
P. 211
hak atas Ari anaknya, yang disebut sebagai jimat. Setelah itu mereka
berencana ke Betawi untuk menengok Ari.
Ketika Henri Dam sibuk memeriksa surat-surat di kantornya,
terlihat sepucuk surat dari nyonya besar van Holstein yang ditujukan
kepada Lucie. Isinya mengabarkan bahwa Sinyo Ari di Betawi telah
mati tanggal 9 Juni 1874 karena sakit perut. Henri Dam pucat pasi
bagai tembok dengan tubuh menggeletar sampai pingsan. Ternyata
kematian Ari hanya karangan bohong nyonya van Holstein. Kenyata-
annya Ari masih hidup, sedangkan kuburan kosong Ari yang sengaja
dibuat di Sentiong hanya rekayasanya untuk mengelabui Henri Dam
dan Siti Mariah.
Nyonya van Holstein kemudian menyuruh para babunya di
Betawi untuk membawa Ari ke mana saja dan merahasiakan siapa
Ari. Dengan putusnya hubungan kerja, semua jongos dan babu—ter-
masuk dukun Jiman dan istrinya—disuruhnya pulang setelah diberi
gaji terakhir. Sinyo Ari dibawa oleh Karyodono, salah seorang jongos
nyonya van Holstein, ke Semarang. Akhirnya, Ari ditampung di rumah
piatu Katolik di Karangbidara, Tawang, Semarang.
Nyonya van Holstein kemudian berkunjung ke pabrik gulanya
di Sokaraja. Namun naas baginya, pada 7 Juli 1874 ia meninggal
karena terseret mesin giling hingga tubuhnya tidak berbentuk. Semua
harta peninggalannya senilai f 18,5 jatuh ke tangan Lucie seorang
sebagaimana dituliskannya dalam surat wasiat. Pada 23 Desember
1874, Henri Dam dan Nyonya Lucie berangkat ke Eropa setelah ke
Betawi untuk melihat “makam Ari”.
Di Eropa, Henri Dam dan Lucie tinggal di Wiesbaden, Jerman. Buku ini tidak diperjualbelikan.
Mereka mendapat seorang putri, Marie. Seiring perjalanan waktu,
Henri menjadi tua, kurus, dan tidak menarik lagi di mata Lucie.
Lucie yang memiliki sangat banyak harta peninggalan ibunya, sering
mengajak teman-temannya tamasya. Akhirnya, ia intim dengan lelaki
198 Narasi Kebangsaan dalam ...