Page 208 - kebudayaan
P. 208
Mariah dengan Henri Dam asalkan ia selamat. Joyopranoto juga
menyesali ajaran guru Haji Ibrahim yang membuat istrinya, Waginah,
tertawa.
Ibu Mariah, ampun, ampun. Ya, Gusti Allah. Biasanya saya selamat
kalau mengikuti kau. Haji Banyumas itu, mandor gula mau dia bikin
mandor gila. Patut dihukum, dibalas dosanya. Ampun. Ampun. [...]
(Mukti, 1987: 73).
Setelah Joyopranoto kembali waras pikirannya, Siti Mariah
akhirnya menjadi nyai Belanda, istri Henri Dam. Namun, menurut
hukum Belanda yang berlaku di Hindia Belanda, Siti Mariah yang
baru berusia 15 tahun belum sah sebagai nyai atau istri Henri Dam.
Henri Dam sendiri yang tidak setuju istilah pernyaian berjanji akan
menjadikan hanya Siti Mariah sebagai istri satu-satunya sampai mati.
Kelak setelah Siti Mariah berumur 23 tahun barulah perkawinannya
dapat dicatatkan di kantor sipil supaya perkawinan itu sah menurut
hukum pemerintah Belanda saat itu.
Setelah resmi dikawini oleh Henri Dam, persoalan baru pun
me nimpa rumah tangga Siti Mariah. Henri Dam berencana mengun-
durkan diri dari pabrik gula milik nyonya van Holstein. Namun, keluar
dari pabrik itu ternyata tidak mudah. Jabatannya justru dinaikkan oleh
nyonya van Holstein menjadi administratur pabrik sebagai jalan untuk
lebih dekat dengan Henri Dam.
Setahun kemudian, Siti Mariah dan Henri Dam dikaruniai
seorang bayi laki-laki yang diberi nama Ari. Nyonya van Holstein
murka karena semestinya Lucie putrinyalah yang menjadi ibu dari Buku ini tidak diperjualbelikan.
anak-anak Henri Dam. Abang Jiman dan istrinya, keduanya dukun
dari Tangerang, dilibatkan untuk menghancurkan perkawinan Henri
Dam dan Siti Mariah. Henri Dam disuguhi makanan, minuman ang-
gur, dan bunga indah mewangi yang aromanya sangat disenangi Henri
Dam sehingga fantasinya melambung bersama Lucie dan melupakan
Kebangsaan pada Era ... 195