Page 204 - kebudayaan
P. 204
mengantarkan guru mengajinya pulang dari rumahnya. Ia tidak
mau lagi ketika dipanggil menghadap administratur. Padahal, guru
mengajinya sendiri ternyata telah ditangkap polisi dengan tuduhan
merencanakan huru-hara.
Berhadapan dengan mandor-besar administratur itu teringat pada segala
kebaikannya, yang telah 25 tahun lamanya bekerja di pabrik Sokaraja
dengan baik. Maka ia memperingatkan padanya akan segala tingkah
lakunya yang akhir-akhir ini ternyata sangat buruk, berpikiran aneh
mengikuti ajaran Haji yang berniat jahat. Haji Ibrahim dari Banyumas,
yang kemarin ditangkap polisi selagi mengumpulkan penduduk untuk
membuat huru-hara.
[...] Joyopranoto teringat pada gurunya yang katanya telah ditangkap, di-
masukkan dalam bui di Banyumas. Ia teringat ketika gurunya mengajak
dirinya membuat huru-hara, membunuhi semua bangsa kafir. Kemudian
Haji Ibrahim akan diangkat menjadi Sultan Banyumas. Joyopranoto akan
diangkat menjadi Bupati Sokaraja. Ia tinggalkan kantor administratur,
terusir seperti anjing. Mukanya tertunduk seperti penjahat tertangkap
basah (Mukti, 1987: 64–65).
Kutipan roman HSM tersebut memperlihatkan gejala kebangsaan
yang sudah pudar dalam diri Joyopranoto di tengah situasi penja-
jahan bangsa asing terhadap bangsanya. Tokoh Joyopranoto terlihat
semakin tidak jelas rasa kebangsaannya setelah ia terpengaruh ajaran
dan ideologi guru mengajinya, Haji Ibrahim dari Banyumas. Pola
pikirnya berubah drastis, begitu juga gaya hidupnya. Pola hidupnya
seturut dengan akidah agama Islam yang dianutnya yang berusaha Buku ini tidak diperjualbelikan.
menjalankannya secara murni seperti diajarkan oleh Haji Ibrahim.
Untuk itu, Joyopranoto hendak keluar dari pabrik gula tempatnya
bekerja karena pabrik gula itu milik orang Belanda yang dicap kafir
dan haram. Demikian juga haramnya hubungan Siti Mariah dengan
Kebangsaan pada Era ... 191