Page 15 - PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN DENGAN KEKUATAN SENJATA
P. 15

b.  Pengambilalihan Kekuasaan Jepang di Yogyakarta
                     Di Yogyakarta, perebutan kekuasaan secara serentak dimulai pada tanggal 26 September

                     1945. Sejak pukul 10 pagi, semua pegawai instansi pemerintah dan perusahaan-perusahaan
                     yang  dikuasai  oleh Jepang  mengadakan  aksi  pemogokan.  Mereka  memaksa  orang-

                     orang Jepang agar menyerahkan semua kantor mereka kepada orang Indonesia. Pada

                     tanggal 27 September 1945, KNI Daerah Yogyakarta mengumumkan bahwa kekuasaan
                     di daerah itu telah berada di tangan Pemerintahan RI.


                     Kepala  Daerah  Yogyakarta  yang  dijabat  oleh  Jepang  (Cokan)  harus

                     meninggalkan kantornya di jalan Malioboro. Tanggal 5 Oktober 1945, gedung Cokan

                     Kantai  berhasil  direbut  dan  kemudian  dijadikan  sebagai  kantor Komite Nasional
                     Indonesia  Daerah.  Gedung  Cokan  Kantai  kemudian  dikenal  dengan  Gedung

                     Nasional atau Gedung Agung.


                     Satu hari setelah perebutan gedung Cokan  Kantai,  para pejuang Yogyakarta  ingin

                     melakukan perebutan senjata dan markas Osha Butai di Kotabaru. Rakyat dan para
                     pemuda terus mengepung markas Osha Butai di Kotabaru.  Rakyat dan para pemuda

                     terdiri dari berbagai kesatuan, antara lain TKR,  Polisi  Istimewa,  dan  BPU  (Barisan
                     Penjagaan Umum) sudah bertekad untuk menyerbu markas Jepang di Kotabaru.



                     Sekitar pukul 03.00 WIB tanggal 7 Oktober 1945, terjadilah pertempuran antara rakyat,
                     pemuda,  dan  kesatuan  dengan  tentara  Jepang  di  Yogyakarta.  Butaico  Pingit  segera

                     menghubungi  TKR  dan  menyatakan  menyerah,  dengan  jaminan anak buahnya tidak

                     disiksa. Hal ini diterima baik oleh TKR. Kemudian, TKR meminta agar Butaico Pingit dapat
                     mempengaruhi Butaico Kotabaru untuk menyerah. Ternyata Butaico menolak untuk

                     menyerah. Akibatnya serangan para pejuang Indonesia semakin ditingkatkan.


                     Akhirnya  pada tanggal 7 Oktober 1945 sekitar pukul  10.00, markas  Jepang  di

                     Kotabaru secara resmi diserahkan ke tangan Yogyakarta. Dalam pertempuran itu, pihak
                     Indonesia yang gugur 21 orang dan 32 orang luka- luka. Sedangkan dari pihak Jepang, 9

                     orang tewas dan 15 orang luka-luka. Setelah markas Kotabaru jatuh, usaha perebutan
                     kekuasaan meluas. R.P. Sudarsono kemudian memimpin perlucutan senjata Kaigun





                                                                                                        14
   10   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20