Page 26 - Negara Kolonial 1854-1942. Panduan penelitian arsip kementerian urusan tanah jajahan. Kepulauan nusantara
P. 26
Birokratisasi yang meningkat menimbulkan perlawanan di antara kelompok masyarakat
Eropa, terutama di tempat-tempat yang lebih besar. Di sana diperjuangkan untuk pengalihan
wewenang kepada badan-badan pemerintahan yang lebih rendah dan hak ikut bicara.
Decentralisatiewet (Undang-Undang Desentralisasi) (Staatsblad van Nederlandsch-Indië
1903 no. 329) dan Decentralisatiebesluit (Keputusan Desentralisasi) (Staatsblad van
Nederlandsch-Indië 1905 no. 137) membuka kemungkinan untuk membentuk dewan-dewan
daerah dan setempat. Anggota-anggotanya mewakili 3 kelompok resmi masyarakat: orang-
orang Eropa, pribumi, dan Timur Asing. Mereka dipilih melalui hak pilih sensus atau
diangkat oleh gubernur-jenderal. Dalam beberapa hal keanggotaan dewan terikat dengan
fungsi jabatan. Kepala pemerintahan daerah adalah ketua dewan daerah, asisten-residen
pemerintah setempat. Dewan-dewan yang tersebut terakhir berfungsi lebih baik daripada yang
pertama karena mereka dalam ukuran yang lebih kecil dan memerintah suatu daerah dengan
batas yang lebih jelas. Dewan-dewan itu berwenang mengangkat para pegawai (residen
kehilangan hak itu), menetapkan ordonansi (yang diberitakan di Javasche Courant), dan
membuat perubahan pada berbagai peraturan itu. Mereka juga mengelola anggaran lokal dan
memungut pajak. Residen dan asisten-residen yang menjadi ketua dewan, harus lebih
memberikan koordinasi dan supervisi. Residen menjaga keseragaman kebijakan: kepada
gubernur-jenderal ia dapat mengajukan penghapusan ordonansi yang bertentangan dengan
pengaturan umum.
Dewan-dewan itu memiliki karakter pemerintahan yang condong Eropa. Pembatasan dari ini
menjadi lebih jelas dengan lebih berkembangnya gerakan nasionalistis Indonesia. Masyarakat
lebih bersuara dan sadar politik. Hal ini menstimulasi diskusi tentang reformasi pemerintahan
yang lebih luas, di mana pembagian pemerintahan yang baru dikaitkan dengan peluasan hak
ikut bicara dan pembebasan dari perwalian (pengalihan wewenang dari pegawai pemerintahan
Eropa ke pegawai pemerintahan pribumi). Dalam hubungan ini kritik dari Snouck Hurgronje
atas dualisme yang terongrong itu juga penting.
Pada tahun 1918, ketika Volksraad (Dewan Rakyat) pertama dibentuk, pemerintah mencoba
membebaskan kabupaten dari perwalian sehingga pengaruh pemerintahan Eropa di daerah itu
banyak berkurang. Krisis ekonomi pada tahun 1920 bagi Minister van Koloniën (Menteri
Urusan Tanah Jajahan) S. de Graaff yang baru diangkat menjadi alasan untuk mengerem
proses pembaharuan. De Graaff dalam karirnya intensif mengerjakan pembaharuan
pemerintahan, yang terakhir ketika sebagai regeringscommissaris (komisaris pemerintah)
(1913). Oleh karena segala advisnya di Batavia dan Den Haag dinilai sebagai konservatif dan
teknis-administratif, maka pada tahun 1915 ia mengundurkan diri. Bahwa karirnya beberapa
tahun kemudian mendapat arah yang baru, dapat dijelaskan sebagai dampak kaget yang
disebabkan oleh Perang Dunia Pertama dan revolusi Rusia di kalangan luas. De Graaff,
dengan didukung oleh semua lainnya di pemerintah, menganggapnya dalam situasi itu sebagai
kewajibannya untuk membantu pemertahanan cengkeraman kekuasaan Belanda di Hindia.
Dalam reformasi pemerintahan yang baru itu cengkeraman itu antara lain mendapatkan
wujudnya.
25