Page 40 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 40
y & 17:18
Di Amerika Serikat, universitas-universitas swasta tidak
punya kaitan dengan pemerintah, selain bahwa mereka men-
dapat bantuan dari negara bagian atau kotapraja, namun tidak
diawasi atau diatur secara ketat, dan universitas-universitas itu
pun tidak mempunyai hubungan langsung dengan pemerintah
pusat.
Yang terjadi di Indonesia, PTN dipersilakan menggali dana
sendiri dengan boleh berbisnis, tapi seluruh kebijakan universi-
tas, termasuk pengangkatan dosen, penentuan kurikulum, penen-
tuan buku panduan, dan sebagainya, dilakukan oleh pemerintah.
Ironisnya lagi, tidak muncul perlawanan sedikit pun dari para
akademisi di PTN. Perlawanan-perlawanan yang terjadi hanya
dilakukan oleh para mahasiswa yang keberatan dinaikkan SPP-
nya. Padahal, substansi masalahnya tidak sekadar biaya pendidi-
kan di PTN menjadi mahal, tetapi menyangkut soal visi dari
PTN itu sendiri. Sebab dalam praktiknya, sulit sekali meng-
gabungkan visi pencerdasan dengan visi bisnis. Bila PTN ditekan
untuk mandiri secara ekonomis, maka konsekuensi logisnya ada-
lah mengembangkan usaha bisnis (apa saja dibisniskan). Dengan
demikian, misi mencerdaskan masyarakat, termasuk masyarakat
miskin, sulit untuk dilakukan.
Menurut penulis, kebijakan pemerintah terhadap BHMN
itu bukanlah bentuk otonomi PTN, tapi privatisasi. Meskipun
Dirjen Pendidikan Tinggi Satriyo Brojonegoro selalu menolak
sebutan BMHN sebagai bentuk privatisasi, tapi dalam praktik-
nya terjadi privatisasi pengelolaan PTN. Karena bentuknya priva-
tisasi, maka konsekuensinya, mereka yang memiliki modal
besar-lah yang dapat mengakses PTN yang telah diprivatisasi.
Ini jelas berlawanan dengan visi pencerdasan bangsa yang di-
amanatkan dalam Pembukaan UUD 1945. Bila pemerintah saja
melupakan misi pencerdasan bangsa, lalu siapa yang harus men-
jalankan misi pencerdasan kepada masyarakat miskin?