Page 77 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 77

pada  masa  krisis sampai sekarang, jelas,  institusi  pendidikan  itu
              sama   sekali  tidak  cerdas  dan  tidak  kritis,  dan  terbukti  tidak
              punya   kepekaan  terhadap  masalah   krisis  (setise  of crisis).  Meski
              setiap  hari  media cetak maupun elektronik  memberitakan jutaan
              anak  putus  sekolah  karena  tidak  ada  biaya,  dan  puluhan  ribu
              anak  menderita   penyakit  gizi  buruk  maupun   busung   lapar,
              sekolah-sekolah  (negeri  dan  swasta)  tetap  melakukan  pungutan
              untuk  pakaian  seragam,  uang  gedung,  dan  pungutan  lain  yang
              jumlahnya mencapai   ratusan  ribu  hingga jutaan  rupiah.  Pungutan
              itu  menjadi  syarat  bagi  penerimaan  murid  baru.  Artinya,  calon
              murid  baru yang sampai  batas akhir daftar ulang tidak bisa bayar
              uang  tersebut,  haknya  sebagai  calon  murid  otomatis  gugur.
                   Menteri  P  dan  K  Juwono  Sudarsono   (Mei  1998-Oktober
              1999)  pernah  membuat   aturan  bahwa  murid   baru  tidak  harus
              pakai  seragam   baru,  boleh  memakai  seragam   kakaknya   atau
              orang  lain  yang  sudah  tidak  terpakai.  Tapi  yang  terjadi  di  lapa-
              ngan,  pungutan  uang  seragam,  uang gedung,  BP3,  dan  lain-lain
              untuk  tingkat SLTP  (Negeri)  pun  cukup  tinggi,  rata-rata  di  atas
              Rp  150.000  per  murid  (1999).  Dan  anehnya,  itu  justru  banyak
              dilakukan  oleh  sekolah-sekolah  negeri.  Hal  yang  sama  terjadi
              pada kegiatan rekreasi.  Meski dalam kondisi krisis, banyak seko-
              lah  melaksanakan  program   pariwisata  dengan  biaya  di  atas  Rp
              100.000  per  murid  (1999). Seorang  guru  SLTPN  di  Gunungkidul
              yang  kritis  terhadap  kebijakan  pimpinannya  yang  tidak  peka
              krisis,  justru  dihambat  nilai  DP3-nva.

                   Pungutan-pungutan     yang  tidak  mencerminkan  sense of crisis
              itu juga  terjadi  menjelang Ebta/Ebtanas. Sebuah SD di  Cipinang,
              Jakarta  Timur,  misalnya,  mengenakan    pungutan   sebesar  Rp
              78.000.  Sedangkan  untuk  tingkat  SLTP  (terutama  swasta),  tidak
              sedikit  yang  memungut    biaya  di  atas  Rp  300.000  per  murid
              (1999).  Kebijakan  berupa  keharusan  untuk segera melunasi uang
              sekolah  sebagai  syarat  mengikuti  ulangan  umum   juga  masih
              ditempuh   oleh  banyak sekolah. Jadi  krisis atau  tidak  krisis,  sebe-
              lum atau  setelah  reformasi,  praktiknya sama  saja. Tidak ada  per-
              bedaan.
   72   73   74   75   76   77   78   79   80   81   82