Page 68 - Buku Kemdikbud Ki Hadjar Dewantara
P. 68

Dari jauh dan dekat para Siswa datang kepadanya; dia
            tidak  mendatangi murid. Orang berkata:  dia jangan menjadi

            “sumber lumaku tinimba” (sumber air yang berjalan untuk
            diambil  oleh  orang). Suasana paguron didominasi  dengan
            semangat kepribadiannya. Belajar di paguron demikian menjadi
            masalah  kedua.  Tidak  bisa dikatakan  bahwa hanya  sedikit
            perhatian yang dicurahkan; jika tidak maka orang tidak akan
            memberikan nama khusus pada lembaga ini: pawiyatan (wiyata
            = belajar). Jadi  pada prinsipnya  sosok guru memberikan

            bimbingan  hidup. Inilah yang disebut dengan kata yang lain
            “pengajaran”.
                    Dalam “rumah sekolah Taman Siswo ideal”, para murid
            selama  pagi, siang dan malam  sibuk dengan belajar, dengan
            olah raga atau olah seni, di bawah bimbingan para gurunya.
            Semuanya tinggal dengan keluarga mereka. Kurikulum pagi
            biasa tidak terlalu penting dibandingkan dengan kebersamaan
            murid dan guru selama ini sampai larut malam. Kenyataan tidak
            bisa dibantah bahwa para murid mengalami kehidupan keluarga

            yang sama dalam asrama (sebuah nama lain bagi paguron dalam
            masa Hindu-Jawa) seperti di rumah bersama ayah dan ibunya.
                    Yang dimaksudkan  kata  “among”  dalam  bahasa Jawa
            adalah  “membimbing”.  Dalam  kehidupan  sehari-hari  kata
            ini digunakan bagi hubungan pengasuh yang diserahi tugas
            membimbing anak kecil. Dalam wayang istilah ini ditemukan
            kembali pada hubungan panakawan, khususnya Semar dengan

            Arjuna.  Akan tetapi  dalam  prinsip yang dianut  oleh  Taman
            Siswo kondisinya sedikit berbeda, lebih dalam lagi dan harus


            68      Prinsip Pendidikan Taman Siswo
   63   64   65   66   67   68   69   70   71   72   73