Page 65 - Buku Kemdikbud Ki Hadjar Dewantara
P. 65
pengembangan Taman Siswo sebagai tujuan nomor satu. Taman
Siswo menuntut lebih banyak karena berdasarkan “ide Paguron”
yang dianut oleh Taman Siswo. Guru melihat tugas hidupnya
dalam karya pendidikan.
Taman Siswo ingin tetap menjaga jarak dari politik, atas
dasar pedagogis. Apabila pada saat tertentu disinggung tentang
warna politik Taman Siswo, maka ini biasanya dianggap berasal
dari para pelakunya. Akan tetapi Taman Siswo sendiri bisa
merujuk pada tata tertib yang telah ada. Taman Siswo merasa
23
wajib dengan tujuan untuk tetap setia kepada prinsipnya, yakni
melayani anak-anak.
Prinsip kemanusiaan, tidak diabaikan oleh Taman Siswo
dalam usaha menanamkan jiwa nasionalisme. Prinsip moral
membatasi pelaksanaan ide nasionalis. Tanpa itu, Taman Siswo
tidak bisa menjadi lembaga pendidikan. Dengan demikian
yang penting adalah pernyataan bahwa pada tahun 1921 dalam
pendirian Taman Siswo digunakan semboyan “Suci Ngesti Tata
Tunggal, yang berarti “kemurnian dan ketertiban berjuang demi
kesempurnaan”, dan menurut versi Jawa bersama menunjuk
angka tahun 1854 Caka. Moral dalam Taman Siswo muncul
23. Tata tertib telah diatur secara jelas. Hal ini terbukti dari kenyataan,
bahwa hari peringatan Diponegoro sebagai pahlawan nasional di semua
lembaga sekolah Taman Siswo diadakan pada tangal 8 Februari. Pada
setiap tanggal itu, tidak diselenggarakan kegiatan sekolah. Sementara itu,
pada hari besar nasional (Belanda), semua sekolah Taman Siswo terpaksa
ditutup. Di gedung-gedung tidak ada bendera dikibarkan, tenaga pengajar
tidak ikut terlibat dalam upacara, para murid sebaliknya dibebaskan jika
mau untuk ikut terlibat. Di banyak sekolah Taman Siswo, selain “lagu-
lagu nasional”, lagu Indonesia Raya juga dilantunkan.
Djoko Marihandono 65