Page 151 - Seribu Alasan untuk Mati Hari Ini dan Kumpulan Cerpen
P. 151

Tidak  mudah  untuk  benar-benar  jatuh  cinta  dan  lantas
            bertahan  terhadap  segala  cobaan  yang  menghadang.
            Arfan  tidak  perlu  menjadi  laki-laki  yang  menjanjikan
            kehidupan mapan, atau tampan seperti selebriti Korea.

            Dia  hanya  satu-satunya  yang  bisa  membuatku  tertawa
            bahagia dengan semua kesederhanaan yang dimilikinya;
            dengkurannya setiap tertidur di pangkuanku karena lelah
            menempuh  perjalanan  panjang  dari  kota  tempatnya
            bekerja, hobinya minum kopi hitam pekat tanpa gula yang
            selalu  dihirupnya  dulu  sebelum  diseruput,  atau  selera
            musiknya  yang  biasa  mendadak  dangdut.  Ah!  Cinta
            memang gila.

            “Mbak Reni masih menunggu di sini?” tegur pak Haryo,
            satpam kantor.

            “Iya,  pak  Haryo.  Si  Arfan  yang  mau  jemput,”  jawabku
            sambil  merapikan  kabel  headset  dan  memasukkan  ke
            dalam tasku.

            “Sudah  malam,  mbak  Reni.  Atau  mau  saya  panggilkan
            taksi atau ojek dekat kantor?”

            “Tidak  usah,  pak  Haryo.  Aku  tunggu  deh  sedikit  lagi,”
            jawabku sambil tersenyum.

            ‘Sayang, kok belum nyampe sih? Aku nunggu sendiri lho
            dari tadi di depan kantor. Janjian foto prewednya telat lho.
            Kabarin  ya,’  kalimat  itu  lalu  aku  kirim  sebagai  pesan  di
            telepon genggamku.

            Aku  baru  saja  berdiri  dan  bersiap  untuk  melangkah  ke
            jalan, ketika tiba-tiba telepon genggamku berdering.
                                     149
   146   147   148   149   150   151   152   153   154   155   156