Page 12 - 1. Modul Bab 9
P. 12
Kemakmuran dan dipimpin oleh dr. Sudarsono. Konperensi juga berhasil
mengadakan penilaian kembali tentang status dan administrasi perkebunan yaitu
semua perkebunan dikuasai negara di bawah pengawasan Menteri Kemakmuran.
Pada 16 Mei 1946 pemerintah merasa perlu untuk menyelenggarakan
konperensi ekonomi kedua yang diadakan di Solo. Dalam konperensi itu dibahas
program ekonomi pemerintah, masalah keuangan negara, pengendalian harga,
distribusi dan alokasi tenaga manusia. Wakil Presiden Moh. Hatta mengarahkan
agar rehabilitasi pabrik-pabrik gula, karena gula merupakan bahan ekspor yang
terpenting, karena itu pengusahaannya harus dikuasai negara. Hasil ekspor gula
diharapkan dapat dijual atau ditukar dengan barang-barang lain.
Saran Mohammad Hatta direalisasi dengan membentuk Badan
Penyelenggara Perusahaan Gula Negara (BPPGN). Status badan tersebut
adalah perusahaan negara, yang dipimpin oleh Notosudirdjo. Di samping itu
dibentuk pula Perusahaan Perkebunan Negara (PPN) yang juga merupakan
perusahaan negara. Tugas PPN adalah:
a. meneruskan pekerjaan bekas perusahaan perkebunan yang dikuasai oleh
Jepang
b. mengawasi perkebunan bekas milik Belanda,
c. mengawasi perkebunan-perkebunan lainnya, dengan cara mengawasi mutu
produksinya.
Selanjutnya Menteri Kemakmuran Dr. AK. Gani pada 19 Januari 1947
membentuk Planning Board (Badan Perancang Ekonomi). Badan ini bertugas
membuat rencana pembangunan ekonomi, mengkoordinasi, dan merasionalisasi
semua cabang produksi dalam bentuk badan hukum. Sesuai dengan planning
board, untuk membiayai pembangunan 10 tahun ini pemerintah mengerahkan
dana-dana masyarakat, yaitu dengan pinjaman nasional dan tabungan rakyat serta
pinjaman luar negeri. Di samping itu juga mengikutsertakan badan-badan swasta
dalam pembangunan ekonomi.
Rencana itu ternyata tidak sempat dilaksanakan karena situasi politik militer
tidak memungkinkan. Aksi militer Belanda pertama mengakibatkan sebagian
besar daerah Republik yang potensial jatuh ke tangan musuh. Wilayah RI hanya
tinggal beberapa keresidenan di Jawa dan Sumatera, itu pun merupakan daerah
minus dan berpenduduk padat.
Moh. Hatta yang menjabat perdana menteri sejak tahun 1948 mencoba
mengatasi kemerosotan ekonomi dengan tindakan yang realitas, yaitu
rasionalisasi. Rasionalisasi meliputi penyempurnaan administrasi negara,
angkatan perang, dan aparat ekonomi. Sejumlah satuan angkatan perang dan