Page 114 - Sejarah Peradaban Maritim_eBook
P. 114
dipengaruhi oleh ketergantungan warga dalam sejak masuknya kapal dalam ukuran besar di
menggunakan alat transportasi tersebut. Hingga kawasan hilir Riau. Berdasarkan data Statistiek
seperempat pertama abad ke-20, penduduk di tepi van de Scheepvaart in Nederlandsch-Indie sejak
Sungai Inderagiri masih menggunakan perahu 1915-1939, setidaknya ada tiga pelabuhan utama
atau kapal. Adapun jenis perahu atau kapal yang di perairan sungai di Riau yang aktif disinggahi
digunakan adalah kapal uap, kapal motor, kapal kapal-kapal besar yaitu Prigiraja, Tembilahan dan
layar, kapal layar motor dan kapal tradisional. Rengat. Selain itu ada Siak Sri Inderapura dan
Ada dua ukuran perahu/kapal yang berlayar di Pekanbaru yang juga disinggahi kapal-kapal besar
kawasan hilir yaitu yang lebih kecil dari 300 m dan walaupun jumlah kunjungan tidak sebanyak ketiga
3
lebih besar dari 300 m . kapal milik kPM mulai pelabuhan tersebut. 218
3
membuka pelayanan secara teratur dari Rengat ke Prigiraja, Rengat dan Siak Sri Inderapura
Singapura sejak 1908. 215
merupakan pelabuhan yang ramai dikunjungi
Pemerintah Hindia Belanda begitu giat untuk karena lokasinya yang strategis. Prigiraja berada
mengembangkan aktifitas perdagangan dan di muara Sungai kuantan/Inderagiri dan sekaligus
pelayaran di Pantai Timur Sumatra, terlebih lagi menjadi daerah penampungan barang yang dibawa
pelayaran domestik. Meskipun pada awalnya Van dari hulu. Rengat ramai dikunjungi para pedagang
Den Bosch berusaha untuk menghentikan aktivitas karena merupakan ibukota Afdeeling Inderagiri
tersebut karena lesunya perekonomian di Pantai dan bergairahnya ekonomi kawasan kuatan akibat
Barat Sumatra. Setelah berhasil melewati masa produksi karet. Siak Sri Inderapura yang sudah
216
krisis pada tahun 1841, ternyata kebijakan yang menjadi pelabuhan utama bahkan sejak masa
diambil pemerintah kolonial Hindia Belanda tidak kerajaan. Hal tersebut berhasil dipertahankan
cukup mampu untuk menyandingkan pelabuhan karena terjalinnya hubungan dagang yang baik
di Riau dengan Singapura. Seperti kesusahan yang dengan Penang dan Singapura.
dihadapi Belanda di Jambi, kebanyakan pemilik Tembilahan baru diperhitungkan setelah
modal adalah para pedagang Tionghoa yang
lebih banyak menjalin hubungan dagang dengan dasawarsa keempat abad ke-20. Hal tersebut
terjadi karena melemahnya perekonomian di
Singapura. kenyataan tersebut didukung oleh
pernyataan J.S.G. Gramberg ketika singgah di hulu (kuatan) dan meningkatnya imigran di hilir
(Inderagiri). Meningkatnya permintaan kopra
Tanjungpinang pada 1863:
setelah 1930 juga menjadi pemicu Tembilahan
“Ibukota Riau yang dapatlah dikatakan menjadi pelabuhan yang akftif. Selain itu, ada
cukup bebas dalam perdagangannya... banyak pelayaran perahu/kapal dari kota ini ke
dengan pelabuhan bebasnya, Riau tidaklah beberapa “anak sungai” dan “anak air” dari Sungai
akan menjadi saingan yang berbahaya bagi kuantan/Indragiri. Sejak 1930 hingga menjelang
219
Singapura yang sedang berkembang pesat. pasca-Proklamasi, Tembilahan terus aktif menjadi
Riau bahkan dapat ketinggalan karena terlalu kota perdagangan bahkan hal tersebut berhasil
pesatnya gerak Singapura.” 217 menjadikannya sebagai kota administratif.
Perubahan tersebut terjadi saat memasuki Pemerintah Hindia Belanda menyediakan
abad ke-20 saat kPM mulai membuka pelayanan tiga buah kapal yang khusus untuk rute ke
perjalanan di beberapa pangkalan di Riau seperti Tembilahan dari aliran “anak sungai” Cenaku.
dari Rengat ke Singapura. Pelayaran di perairan kemudian untuk rute Tembilahan-Singapura,
sungai di Riau tentu saja mengalami kemajuan tersedia dua kapal dengan nama Inderagiri
113