Page 107 - Pemikiran Agraria Bulaksumur Telaah Awal atas Pemikiran Sartono Kartodirdjo Masri Singaarimbun dan Mubyarto
P. 107

Pemikiran Agraria Bulaksumur
            pungnya dan menyuplai makanan bagi semua penduduk.
            Singkatnya, seberapa pun tanah gerapan dibagi rata jika laju per-
            tumbuhan penduduk tidak dikendalikan—diatur/direncana-
            kan—pada satu saat kondisi kekurangan tanah dapat terjadi lagi.
            Keterbatasanya sebagai seorang demograf membuat analisisnya
            tidak jauh-jauh dari masalah populasi, dan meletakan masalah ini
            sebagai awal mula dimana rakyat yang tidak kebagian lahan
            kemudian membuka wilayah-wilayah baru yang mungkin dapat
            ditanami meskipun tidak subur, seperti rawa-rawa, tanah tandus,
            dan daerah perbukitan. Ia tidak melihat struktur penguasaan tanah
            yang juga sangat memungkinkan bagi lahirnya kondisi “lapar
            tanah” yang membuat banyak penduduk akhirnya mencari
            pekerjaan di luar sektor pertanian (non-farm), dan irosnisnya mere-
            ka ini hanya berbekal keterampilan pertanian yang sejak lama
            diturunkan oleh orang-orang tua mereka. Pada titik ini eksodus
            penduduk miskin tanpa tanah dan pekerjaan tersebut makin lama
            membanjiri wilayah perkotaan yang terindustrialisasi akibat proses
            kapitalisasi. Akibatnya  kondisi  ini  tidak lagi terhindarkan.
                Ketiga, Masri dan Penny adalah dua ilmuwan yang memiliki
            latar belakang keilmuwan yang berbeda; Masri seorang antro-
            polog, sedangkan Penny seorang ekonom. Penelitian mereka di
            Sriharjo menunjukan bagaimana kerja sama dua ilmu tersebut
            mampu tidak hanya menggambarkan tetapi lebih jauh lagi mam-
            pu menggali problem-problem yang berbeda yang tidak terung-
            kap jika kedua ilmu tersebut bekerja sendirian. Untuk dapat mene-
            mukan dan mendefiniskan sebuah obyek tertentu secara utuh
            tidak dapat dicapai jika hanya menggunakan satu kaca mata. Di
            sini, sejak awal Masri menyadari pentingnya kerja sama disiplin
            ilmu dalam memahami persoalan. Apa yang kemudian disebut
            dengan multidisiplin atau interdisiplin sudah sejak lama disadari

            88
   102   103   104   105   106   107   108   109   110   111   112