Page 94 - Pemikiran Agraria Bulaksumur Telaah Awal atas Pemikiran Sartono Kartodirdjo Masri Singaarimbun dan Mubyarto
P. 94

Membaca Ulang Sartono Kartodirdjo
               agar ia bisa menutup diri bersama dengan kalangan penulis seja-
               rah. Kesarjanaan Jerman pada waktu itu berisi orang-orang dari
               golongan kecil patrisia yang berada dalam masyarakat yang
               sangat peduli akan status. Masih menurut Paul Thompson dalam
               buku yang disebut di atas. Menurutnya permusuhan terhadap
               sejarah non-profesional yang banyak menggunakan metode seja-
               rah lisan terletak lebih pada perasaan daripada prinsip. Banyak
               dari generasi tua sejarawan yang memegang jabatan dan uang
               secara instink takut menghadapi temuan metode baru. Hal itu
               karena mereka takut bahwa mereka tidak lagi memiliki kemam-
               puan dan otoritas terhadap semua teknik dari profesi mereka.
               Kalimat ini dengan telak dapat menohok para ilmuwan (sejarah)
               established yang ada di Indonesia yang seringkali perselisihannya
               bukan didasarkan pada pertarungan gagasan, alih-alih polemik,
               namun perebutan resources.
                   Sejalan dengan uraian dalam point sejarah lisan di atas,
               produksi sejarah seharusnya tidak lagi dimonopoli oleh sejarawan
               akademis dan anggapan mereka akan bahan sejarah apa yang
               relevan dan pantas, tetapi dimiliki oleh siapapun dan sejarah apa-
               pun yang mereka anggap sebagai hal yang berharga. Penyelidikan
               sejarah dapat dilakukan oleh kelompok manapun, akademisi (by
               professional training), guru dan murid sekolah, ibu-ibu rumah
               tangga, kalangan LSM, pegawai pemerintah, komunitas hobby,
               dan masyarakat luas. Sejarah dengan demikian kembali menjadi
               milik publik (public domain), setelah sebelumnya di-dakukan
               sebagai privilege kaum akademisi melalui penguasaannya atas
               sumber tertulis.
                   Masyarakat dapat berpartisipasi dalam memproduksi
               sejarahnya sendiri, tanpa meminjam otoritas akademis dan hanya
               menempatkan mereka sebagai fasilitator. Dengan demikian meto-

                                                                   75
   89   90   91   92   93   94   95   96   97   98   99