Page 88 - TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA
P. 88
TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA
bahasa Indonesia. Hal ini adalah komitmennya dalam menjunjung
tinggi kongres Pemuda yang mentapkan bahasa Indonesia sebagai
bahasa persatuan.
Tak lama di Palembang Sutan Takdir harus melangkahkan
kakinya ke rantauan lain. Jakarta kali ini menjadi tujuannya. Saat di
Jakarta mendengar adanya lowongan di biro penerbitan pemerintah
kolonial, Balai Pustaka, ia segara melamar dan akhirnya diterima.
Sutan menjabat sebagai Redaktur Kepala majalah Panji Pustaka. Di
Balai Pustaka inilah ia kemudian menanjaki karir intelektualnya,
terutama dalam bidang sastra. Di sini Sutan berkesempatan untuk
menuangkan gagasan-gagasannya di salah satu rubrik penting yang
10
dikelolanya, yakni “Memadjoekan Kesusastraan”. Di rubrik tersebut
Sutan banyak mengulas puisi-puisi yang dikirim ke majalah tersebut,
selain juga kerap kali menyampaikan gagasan-gagasannya. Ia sangat
menakankan pada kebebasan sastrawan dalam mengekspresikan
karyanya.
Pada tahun 1929, untuk pertama kalinya ia menulis roman
berjudul Tak Putus Dirundung Malang. Setelah itu terbit roman
keduanya yang berjudul Dian yang Tak Kunjung Padam pada tahun
1932. Jiwa muda Sutan kian mengelora untuk menyatukan para
satrawan dalam media yang berbeda. Bukan dalam media yang
difasilitasi oleh pemerintah kolonial yang kian membuat hatinya
risau. Ia sangat berambisi untuk menyatukan para sastrawan lokal
dari seluruh penjuru Tanah Air. Atas dasar itu, ia bersama rekannya di
Balai Pustaka mendirikan majalah Pujangga Baru. Usulan pendirian
majalah ini sebenarnya datang dari sahabatnya, Armjn Pane. Namun
Sutan Takdir sangat antusias menyambut usulan tersebut. Dan
perkembangan majalah tersebut lebih banyak di tangah Sutan Takdir,
sehingga namanya kerapa diasosiasikan dengan majalah tersebut.
2.3. Sutan Takdir Alisjahbana dan Pujangga Baru
Seperti beru saja disinggung, pendirian majalah Pujangga
Baru berawal dari kegelisahan Sutan Takdir saat bekerja di majalah
76