Page 93 - TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA
P. 93

TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA



                2.4. Sutan Takdir dalam Polemik Kebudayaan
                       Polemik  kebudayaan  adalah  suatu  perdebatan  tokoh  lintas
                bidang  dan  latar  belakang  dalam  menentukan  konsep  kebudayaan
                yang  ideal  untuk  bangsa  Indonesia.  Perdebatan  atau  polemik  ini
                terjadi  pada  bulan  Agustus-September  1935,  yang  banyak  menarik
                minat para tokoh untuk menjajaki arena perdebatan yang kian sengit.
                Dr  Soetomo  melalui  surat  kabar  Suara  Umum  yang  dipimpinnya
                menjadi  lawan  debat  terdepan  bagi  Sutan  Takdir,  meskipun  ada
                beberapa  tokoh  lain  yang  juga  kontra  dengan  pemikirannya.
                Perdebatan ini sebenarnya banyak memfokuskan permasalahan pada
                bidang budaya, bahasa, dan pendidikan. Dari kesemua polemik atau
                perdebatan  yang  terjadi—  oleh  Achdiat  dibagi  menjadi  tiga  pokok
                persoalan polemik—Sutan Takdir selalu yang mengawali polemik.

                       Dalam  polemik  pertama,  perdebatan  dipicu  oleh  esai  Sutan
                Takdir  dalam  majalah  Pujangga  Baru,  yang  selanjutnya  menuai
                tanggapan  dari  Sanusi  Pane  dan  Poerbatjaraka.  Dalam  esainya
                berjudul  “Menuju  Masyarakat  dan  Kebudayaan  Baru”,  Sutan  Takdir
                banyak  memaparkan  gagasannya  terkait  dasar  budaya  yang  harus
                dijadikan  acuan  agar  kelak  Indonesia dapat menjadi  sebuah bangsa
                yang  maju.  Sutan  Takdir  mengusulkan  agar  nama  Indonesia
                seharusnya kembali dirumuskan secara jelas. Arti kata Indonesia yang
                digunakan  saat  itu  memang  melingkupi  wilayah  yang  membentang
                dari  pulau  Pulau  Formosa  sampai  ke  pantai  Samudra  Hindia.
                Menurutnya  istilah  yang  digunakan  untuk  menamakan  Indonesia
                masih  sangat  rancu.  Ia  misalnya  mengkritik  mengenai  penyebutan
                nama  pahlawan  seperti  Tuanku  Imam  Bonjol  dan  Pangeran
                Diponogoro  sebagai  pahlawan  Indonesia.  Ia  juga  mengritik
                keberadaan  Borobudur  yang  dianggap  sebagai  keluhuran  budaya
                Indonesia, Gamelan sebagai musik Indonesia, dan hikayat Hang Tuah
                menjadi  buku  kesusastraan  Indonesia.  Bagi  Sutan  Takdir,  pelabelan
                ini sesungguhnya sangat rancu.
                       Ia  menganggap  bahwa  perjuangan  yang  dilakukan  oleh  para
                pahlawan  terdahulu  bukanlah  merupakan  sebuah  peruangan  yang
                telah sadar akan semangat keindonesiaan. Perjuangan tersebut



                                                                                 81
   88   89   90   91   92   93   94   95   96   97   98