Page 62 - Merawat NKRI Ala Kyai Muda.cdr
P. 62

afwah mumtazah |  “Nyai Gender” Pejuang Kesetaraan


            Sebuah tatanan yang berlangsung selama puluhan tahun, bahkan
            ratusan tahun lamanya. Siapa pun yang membawa perubahan itu
            akan melewati jalan terjal penuh onak. Ny. Hj. Afwah Mum-
            tazah, seorang nyai di Pesantren Kempek, Cirebon adalah salah
            satu orang yang melewati jalan-jalan terjal itu. Dia mendobrak
            sebuah tatanan yang telah dibangun ratusan tahun sebelumnya.

            Pesantren Kempek didirikan oleh Kiai Harun pada tahun 1908
            M.  Setelah  Kiai  Harun  wafat  pada  23  Maret  1935,  pengelo-
            laan  pesantren  dilanjutkan  putra  tertuanya,  Kiai  Yusuf.  Pada
            masa inilah pesantren untuk santri putri mulai dibuka. Sayang,
            umurnya tak panjang. Pada usia 35 tahun, Kiai Yusuf meninggal
            dunia. Pengelolaan pesantren pun dilanjutkan Kiai Umar Sholeh
            bersama adik dan iparnya seperti Kiai Aqil Siroj, Kiai Nashir,
            Kiai Hasan, Kiai Maksum, Kiai Muslim, Kiai Judhi dan lain-
            lain. Kiai Umar wafat pada tahun 1999 dengan meninggalkan
            seorang putra yakni KH Muhammad Nawawi Umar.


            Sementara  itu,  Ny.Hj.  Afwah  Mumtazah  masuk  ke  dalam
            lingkungan  Pesantren  Kempek setelah  menikah  dengan  KH
            Muhammad Nawawi Umar. Sebagai seorang perempuan yang
            dibesarkan  di Desa Babakan, Kecamatan  Ciwaringin,  Kabu-
            paten Cirebon dan menyelesaikan studinya di Kudus, Demak,
            Yogyakarta dan Cirebon, Afwah melihat sebuah keadaan yang
            berbeda sama sekali di Kempek. Di tempat barunya, dia meli-
            hat pesantren tradisional itu sangat ortodoks. Bagaimana tidak,
            hingga medio tahun 90-an, perempuan-perempuan di sana dila-
            rang keluar rumah. Alasannya, takut terjadi mudarat.


            Meski pesantren untuk putri di Kempek sudah ada sejak dekade
            1940-an, akan tetapi  sistem pengajian  yang digunakan untuk
            santri putri masih jauh lebih rendah dibanding santri laki-laki.
            Bisa dibilang demikian karena santri putri hanya mengaji den-



            | 48
   57   58   59   60   61   62   63   64   65   66   67