Page 137 - Maluku dan Luwu CMYK.indd
P. 137
ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM DI KAWASAN INDONESIA TIMUR: MALUKU DAN LUWU
7.2 Islam di Maluku
Menurut catatan para pengelana dari Barat, Islam masuk di timur Nusantara―
khususnya Maluku dan Ternate―pada sekitar 1460. Tomè Pires yang menulis
Suma Oriental pada 1512–15 menyatakan bahwa Islam telah berada di Kepulauan
3
Maluku sejak 50 tahun yang lalu (Jacobs [ed.] 1971: 334). “Kabarnya kepercayaan
Mohammedisme di Kepulauan Maluku sudah dimulai sejak limapuluh tahun
yang lalu. Raja-raja di kepulauan ini adalah pengikut Muhammad, meski tidak
terlalu terlibat dalam kegiatan sektenya,” tulis Pires (Cortesaõ [ed.] 2015: 295).
Sementara itu, Antonio Galvao yang kemudian menjadi Gubernur Jenderal
Portugis pertama, mencatat bahwa Islam telah masuk ke Ternate “sekitar 80
tahun yang lampau” (Galvao 1971). Antonio Pigafetta yang tiba di Tidore pada
1521 menyatakan bahwa orang Islam telah ada di Maluku Utara pada waktu itu
(Masinambow 1987).
Terdapat dua versi mengenai masuknya Islam di Maluku. Versi pertama
menceritakan bahwa ada seorang putri bangsawan Jawa datang ke Ternate
dan kawin dengan Raja Ternate, Tidore Vongi. Dari perkawinan itu, raja dan
pengikutnya otomatis menjadi muslim. Versi lain mengatakan bahwa Raja
Ternate bertandang ke Malaka. Dalam perjalanan kembali ke Ternate, ia singgah
di Jawa dan mengawini salah seorang putri keluarga raja yang berkuasa. Setiba
di Ternate, ia kemudian mengislamkan masyarakat Ternate. Raja di Maluku yang
pertama-tama memeluk Islam adalah Raja Ternate pada sekitar 1460 (Jacobs
1971). Raja yang dimaksud dalam kedua versi tersebut adalah Gapi Baguna atau
Kaicil Sia yang memerintah pada 1432–65.
Cerita tersebut menujukkan bahwa Islam berkembang di Maluku dimulai dari
raja kemudian disusul rakyat di kerajaan itu. Raja atau penguasa belajar langsung
pada mubalig di Tanah Jawa. Setelah itu hasil pengetahuannya disebarkan di
tempat asalnya. Di Tanah Jawa kelompok masyarakat pemeluk Islam biasanya
terdapat di daerah pesisiran pantai utara Jawa, di bandar-bandar seperti Jepara,
Lasem, Tuban, dan Gresik. Bandar-bandar tersebut merupakan tempat para
saudagar dari berbagai bangsa dan agama bertemu. Hal itu berbeda dengan
kerajaan yang lain di Nusantara yang menunjukkan Islam berkembang terlebih
3 Kurun waktu “50 tahun yang lalu” tentu harus dihitung ke belakang sejak Pires menulis bukunya.
121