Page 138 - Maluku dan Luwu CMYK.indd
P. 138

ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM DI KAWASAN INDONESIA TIMUR: MALUKU DAN LUWU



              dulu di lingkungan masyarakat, setelah itu baru diikuti penguasa kerajaan.

                 Naidah, putri istana Ternate dan penulis Hikayat Maluku, menginformasikan
              bahwa raja pertama Kerajaan Ternate, Mashur Malamo, putra  Ja’far as-Sadik
              telah menganut Islam.  Namun, menurut Valentijn, sejak Raja Komala atau Tsyili
                                  4
              Naay (1304–17) di Ternate semasa pemerintahan Sida Arif Malamo atau Tsyili Aiya
              (1322–31) sudah ditemui orang-orang Arab, Melayu, dan Jawa yang beragama

              Islam (Masinambow 1987). Dengan demikian, di kalangan masyarakat Ternate
              saat itu sudah ada pemeluk Islam.

                 Berkaitan dengan versi tersebut,  dalam  tradisi Maluku dinyatakan bahwa
              Raja Ternate yang ke-12, Molomatea (memerintah 1350–7), bersahabat dengan
              seorang Muslim  Arab yang  datang ke Maluku  dan memberikan  petunjuk
              bagaimana cara membuat kapal. Informasi lain dari tradisi Maluku adalah bahwa
              pada  masa pemerintahan Raja Marhum  (Gapi  Baguna;  memerintah  1432–65),
              datang seorang mubalig dari Jawa. Ia mengajarkan menulis indah (kaligrafi) dan
              membaca al-Quran. Apa yang diajarkannya menarik perhatian Raja, keluarga,

              dan masyarakatnya sehingga tertarik untuk masuk Islam (Tjandrasasmita 2000).
              Meskipun demikian, agama Islam belum begitu berkembang pada waktu itu.

                 Baik di Maluku Utara maupun Maluku Tengah, Islam masuk melalui dua jalan
              yang sesuai dengan jalur pelayaran perdagangan rempah. Jalur pelayaran yang
              cukup dikenal melalui selatan. Jalur pelayaran itu memang telah sangat ramai
              jauh  sebelum  kedatangan  orang Eropa.  Jalur  pelayaran  dan  perdagangan  itu
              sangat  populer  di kalangan  saudagar  yang  berasal  dari pelabuhan-pelabuhan
              di Sumatera dan Jawa.  Jalur pelayaran itu membuat bandar-bandar di Maluku
                                   5
              Tengah,  seperti  Hitu, menjadi  penting jauh sebelum  menghasilkan  rempah-

              rempah. Pada masa itu rempah dibawa dari pulau penghasil di Maluku Utara dan
              Banda, kemudian dipasarkan melalui bandar-bandar di Maluku Tengah. Melalui
              jalur pelayaran itu daerah Maluku Tengah mendapat pengaruh kebudayaannya
              dari pusat-pusat agama Islam di Pulau Jawa seperti dari Gresik dan Demak di

              4 Menurut  Hikayat Ternate, pengislaman  terjadi pada  643  Hijriah atau  1250  Masehi.  Apabila
                 dikaitkan dengan dikenalnya rempah jauh sebelum tarikh Masehi, boleh jadi apa yang dituliskan
                 dalam Hikayat Ternate ada benarnya. Bukti arkeologis yang ditemukan di dasar laut perairan
                 Cirebon menunjukkan bahwa pada sekitar abad ke-10 ada saudagar Muslim di perairan Nusantara
                 (lihat van der Crab 1878: 381–493).
              5   Lapian, A.B., 1965. hlm. 67-72


                                              122
   133   134   135   136   137   138   139   140   141   142   143